24 April 2008

28. Tata Tertib Mendirikan Sholat

Orang yang mau mendirikan Sholat. Hendaknya jangan mengenakan busana yang ketat, sehingga menggambarkan bentuk tubuh.

Sudah dimaklumi bahwa sunat ber-Thoharoh (bersuci) dan berpakaian bersih. Rapi serta indah yang layak dengan keadaan seseorang yang mau berdiri tegak di hadapan Allah SWT. Tetapi bukan pakaian yang menyerupai busana orang-orang munafiq dan kaum kuffar yang sangat-sangat membenci Islam.
Sebenarnya proses imitasi (peniruan) oleh individu umat Islam terhadap kebudayaan kaum yang kontra terhadap Islam. Baik dari segi busana, maupun lainnya adalah merupakan pertanda kedisiplinan yang lemah dan prinsip yang rapuh. Mereka hampir bisa dikatakan telah terserang semacam penyakit kejiwaan yang labil serta mudah terombang ambing. Pendirian mereka benar-benar tidak kuat, seperti lilin yang mudah meleleh kapan saja dan dimana saja.

Orang yang menempuh jalan semacam ini, pada Hakiqatnya tidak bisa dikatakan sebagai warga asli dari kaumnya. Karena mereka kebanyakan ragu-ragu dalam memandang arah ke dalam dirinya. Mereka mudah terkesima oleh indahnya Lahiriah Duniawi. Padahal dunia itu sudah pasti akan sirna dan punah.

مُـذَ بْــذَ بِـــيْــنَ ذ لـِكَ، لاَ اِلـى هــؤُ لاَءِ وَ لاَ اِلـى هــؤُ لآ ءِط وَ مَنْ يُّـضْــلِــلِ الـلّــــهِ فَـــلَـنْ تَــجِـدَ لَــه سَــــبِــيْـــلاً


"Mereka dalam keadaan bimbang antara (Iman dan kekafiran) Tidak condong ke arah (Orang Mukmin) dan tidak pula condong ke arah (Orang kafir) itu. Siapa yang disesatkan Allah. Niscaya engkau (Ya Muhammad) tidak mendapat jalan untuk menunjuki mereka". (Q.S. An-Nisaa’ : 143)

Diriwayatkan oleh Waki’ dan Hunnadi di dalam Kitab Al-Zuhd dari Ibnu Mas’ud, ia berkata :
"Busana sebuah kaum tidak akan menyamai busana kaum yang lain. Sehingga Hati kaum itu menyamai Hati kaum yang ditirunya.
Diriwayatkan oleh Al-Waki’ didalam Kitab Zuhd. nomor : 324.
Dan Hannad di dalam Kitab Az-Zuhd. nomor 796 di dalam sanadnya. Memakai busana yang ketat dan sesak tidak dianjurkan. Termasuk makruh. Baik dilihat dari sudut pandang Syari’ah maupun dari sudut pandang kesehatan. Memakai pakaian ketat dapat memberikan efek kurang baik terhadap tubuh. Ada sebagian jenis baju yang ketat sehingga membuat orangnya sulit untuk melakukan Sujud. Jika pemakaian busana yang ketat tersebut sampai-sampai menyebabkan orangnya sukar melaksanakan gerakan perpindahan dari Rukun ke Rukun pada Takbir Intiqol. Bahkan menyebabkan terganggunya kekhusu’an dalam Sholat atau bisa menyebabkan ia meninggalkan Sholat. Maka jelas hukum memakai janis busana seperti itu adalah Haram. Sekalipun busana itu hanya sulit untuk melaksanakan Sholat tertentu.
Disuatu masa mungkin pernah dibuktikan dalam experimen, bahwa mayoritas orang yang memakai busana ketat lebih banyak yang meninggalkan Sholat, dengan alasan bahwa mereka sangat susah untuk melakukan Rukuk dan Sujud. Tetapi pada zaman sekarang jika diperhatikan, cukup banyak manusia memakai busana yang ketat, sehingga menampakkan lekuk dan liuk tubuhnya.
Al-Hafiz Ibn Hajar meriwayatkan. Mengenai orang yang menggunakan celana. Ia akan mengulangi Sholatnya. Sebab menurut Ulama Hanafiyah menganggap Sholat mengenakan celana hukumnya Makruh. (Fath Al-Baari jilid I halaman : 476).
Ini masih model celana lebar. Telah demikian ketat hukumnya. Bagaimana pula pada zaman sekarang ? Dengan model celana sempit "Press body" ?
Al-‘Alamah Al-Bananiy berkata : "Celana ketat itu mendatangkan dua macam musibah."
Musibah pertama : Bahwa orang yang memakainya menyerupai orang-orang kafir. Sementara kaum Muslimin juga memakai celana. Tetapi celana model lebar dan longgar dan tidak menghalangi gerakan. Model semacam ini masih banyak dipakai di Suriah dan Libanon.
Umat Islam mengenal celana ketat, setelah mereka dijajah oleh bangsa Eropa. Pengaruh buruk itulah yang diwariskan oleh kaum kolonial kepada umat Islam. Akan tetapi karena kedunguannya sendiri, mereka-mereka mau mengadobsi tradisi buruk orang-orang Eropa tersebut.
Musibah kedua : Celana ketat menyebabkan bentuk aurat terlihat dengan jelas. Kita tahu bahwa aurat Pria adalah anggota tubuh antara pusat dan lutut. Namun seorang hamba yang mau menghadap Al-Kholiq, dituntut untuk berbuat lebih dari ketentuan yang ditetapkan oleh Syari’at. Adakah pantas seorang hamba melakukan ma’siat kepada Allah, ketika ia duduk bersimpuh di hadapan Allah Jalla-Jallaluh ? Sebab ketika ia mengenakan celana ketat, maka kedua pinggulnya akan berbentuk dengan jelas, ini menunjukkan tidak ada kesopanan si pemakai kepada Yang Maha Menciptakan segala aurat tubuhnya. Bagaimanakah akal seseorang hamba melaksanakan Sholat untuk menghadap Tuhan Pencipta Semesta Alam dalam keadaan seperti itu ? Yang anehnya lagi, adalah mayoritas pemuda-pemudi Muslim, biasanya menentang dengan keras, apabila kaum Wanita Muslim diperintah untuk memakai busana yang longgar. Dan jangan membiasakan diri dengan memakai busana yang ketat. Dan wajib memakai Jilbab. Maka bagi kaum wanita akan merasa risih dan malu. Demikian pula dengan pihak pria, mereka akan mengejek kaum wanita yang memakai Jilbab dengan menyebutnya sebagai Ninja dari Jepang. Dan mereka berkata : “Itu busana sudah kolot-kuno, tidak modern dan tidak demokrasi”. Dan tantangan tersebut akan lebih bertambah marak. Ketika mereka berkata : “Bahwa hukum Islam tidak memperdulikan Emansipasi Kaum Perempuan”. Bahkan mereka menganggap itu sudah melanggar Hak Azasi Manusia. Menurut peraturan orang-orang Barat.

Coba renungkan ! Pandangan Orang Baratkah yang kita pakai, atau merujuk kepada Hukum Allah dan Rasul-Nya. Tidakkah kita ingat ? Apabila seorang Muslim berani meninggalkan Al-Qur-aan dan Sunnah Rasul, berarti kehancuran sudah diambang pintu. Karena Hukum Islam telah ditolak dengan pelan. Penganut Islam telah erosi. Mereka sudah lebih condong kepada kebudayaan yang bukan Islami. Keadaan lingkungan dan zaman melarutkan mereka mengarah ke jurang Neraka Jahannam. Hanyut mengikuti buah fikiran orang barat. Tidak terasa, kiranya kita diantarkan ke bawah naungan La’nat Allah.

وَ قُـلْ لـِلْــمُؤْ مِـنتِ يَـخَـضُضْ مِنْ اَ بـْصَـارِ هِنَّ وَ يـَحْــفَــظْـنَ فُــرُوْ جَــهُـنَّ وَ لاَ يــُــبْـدِ يْـنَ زِ يـْــنَــتَـــهُــنَّ اِلاَّ مَـاظَــهَـرَ مِـنْــهَاوَ لْــيَـضْرِ بْـنَ بِـخُـمِـرُ هِـنَّ عَـلى جُـــيُـوْ بِـــهِـنَّ وَ لاَ يـُـبْـدِ يْـنَ زِ يْــنَــتَ هُـنَّ اِلاَّ لِــبُــعُـوْ لَــتِــهِــنَّ

"Dan katakan kepada Wanita-wanita yang beriman. Hendaklah mereka membatasi pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka memperagakan Perhiasannya. Kecuali perhiasan luar yang sudah biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung kepala sampai ke dadanya. Dan janganlah mereka menampakkan Perhiasannya. Kecuali kepada Suaminya." (Q.S. An-Nuur: 31)
Ayat di atas memerintahkan : “Dan janganlah mereka menampakkan Perhiasannya”. Perhiasan di sini dalam arti kiasan adalah aurat Wanita.

يـآ اَ يُّــهَا الـنَّــبِــيُّ، قُـلْ ِّلاَزْوَ اجِـكَ وَ بـَــنــتِــكَ وَ نـِـسَآءِ الْــمُـــؤْ مِـنِــيْـنَ يُـدْ نـِـيْـنَ عَــلَــيْــهِـنَّ مِنْ جَـلاَ بِــيْــبِــهِــنَّ ذ لـِكَ اَدْ نـى اِنْ يُّــعْــرَ فْـنَ فَــلاَ يـُـؤْ ذَ يْــنَ وَ كَانَ الـلّــــــــــهَ غَــفُـوْ رًا رَّحِــيْــمًا

"Hai Nabi ! Katakan kepada istri-istrimu. Anak-anak wanitamu. Dan istri-istri orang beriman. “Hendaklah mereka menutup baju kurungnya ke tubuh mereka” (waktu keluar rumah). Yang demikian itu lebih mudah untuk mengenal mereka dan tidak akan diganggu. Dan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Ahzaab : 59)

Di dalam satu Hadits Nabi Muhammad Saw. Bersabda :
“Wahai Asma’. Sesungguhnya seorang Wanita. Apabila telah datang waktu Haidh (yakni telah Baligh). Tidak boleh memperlihatkan tubuhnya, melainkan ini dan itu, sambil Beliau menunjukkan Muka dan Telapak Tangan”.
Bagi wanita Islam yang berbusana rok pendek dan rambut yang terurai terbuka, adalah tidak menunjukkan ciri-ciri orang beriman kepada Allah. Walaupun mereka giat melaksanakan Sholat, Puasa, Sedekah dan lain-lain. Malah dikategorikan orang munkar.
Sebagaimana kalimat Hadits :
“Barang siapa yang meniru perbuatan orang kafir. Maka ia termasuk salah seorang dari mereka”.

Wanita Muslimah yang keluar rumah dengan rambut terbuka serta memakai busana pendek, ia telah durhaka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena ia telah berani melawan atau meninggalkan yang sudah diputuskan Allah melalui Al-Qur-aan dan Sunnah-sunnah Rasul-Nya.
Wahai kaum Hawa ! Jagalah dirimu dari api Neraka Jahannam. Yang panasnya 70 kali lipat dari panasnya api di dunia ini.

Mengenai masalah memakai celana ketika melaksanakan Sholat, Komite Tetap Pembahasan Masalah Ilmiyah dan Fatwa menjawab pertanyaan tentang orang yang Sholat memakai celana. Maka jawabnya :
“Jika pakaian tersebut tidak menyebabkan aurat berbentuk dengan jelas, karena modelnya longgar. Dan tidak bersifat transparan, sehingga anggota aurat tidak terlihat dari arah belakang, maka boleh dipakai untuk Sholat. Namun yang sebaiknya di tambah dengan baju Gamis agar double dan aman dari pandangan yang menggairahkan. Tetapi apabila busana itu terbuat dari bahan yang sangat tipis, sehingga memungkinkan aurat si pemakai terlihat dari belakang, maka Sholatnya batal hukumnya. Jika sifat busana yang yang dipakai hanya mempertajam atau memperjelas bentuk auratnya saja. Maka hukumnya makruh dipakai untuk Sholat. Terkecuali jika tidak ada busana yang lain lagi”.

Sholat dengan Busana yang Transparan.
Sebagaimana telah kita bahas. Bahwa makruh Hukumnya Sholat dengan busana ketat yang bisa menunjukkan lekuk dan bentuk aurat secara jelas. Maka sama halnya dengan busana tipis yang bersifat transparan. Makruh jika dipakai untuk malaksanakan Sholat.
Busana transparan akan memungkinkan orang lain bisa melihat secara jelas bagian-bagian tubuh yang termasuk menjadi aurat kita dari arah manapun. Jika pakaian ketat hanya akan memperlihatkan bentuk lekuk tubuh, maka busana seperti mode terkini yang dikenakan oleh para artis yang ingin mencapai popularitas lewat film buka-bukaan, tanpa sadar mereka telah disitir oleh sutradara untuk mengeruk keuntungan dunia sebanyak-banyaknya. Bahkan mereka termasuk dalam kategori pembuat fitnah bagi Islam. Sehingga Islam terpuruk dan menjadi rendah dalam pandangan orang-orang non Islam. Sebab yang porno-porno itu, jika ditanya apa Agamanya ? Agama Saya Islam Ooo…m. Busana yang dipakai sebagai rangkapan tapi berbahan tipis, sehingga dapat menimbulkan kesan terawang dan memungkinkan orang untuk melihat celana pendek yang dipakai. Ucapan ‘Umar Ra. yang menganjurkan untuk memakai busana lebih dari satu potong, tujuannya agar auratnya tertutup, atau supaya memakai pakaian rangkap yang serasi bagi Agama. Perkataan ‘Umar bisa dijadikan Dalil bahwa mengenakan busana yang menutup aurat adalah sesuatu yang wajib di dalam Sholat.
Imam As-Syafi’iy berkata dalam Kitabnya “Al-Fath-al-Robbaniy Juz XVII halaman 236. Sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan Gamis adalah busana yang memiliki dua lengan baju dan saku. Dewasa ini model baju seperti itu sering kita sebut sebagai Jubah. Model baju ini longgar dan membungkus seluruh tubuh, dari leher hingga kedua mata kaki, atau sampai setengah betis. Zaman dahulu Gamis dipakai langsung menempel dengan kulit tubuh, baru kemudian diberi rangkapan kemeja yang terbuat dari bahan tipis (transparan). Maka Sholat yang dilakukan tidak dianggap mencukupi”.
Hendaknya kaum wanita tidak Sholat dengan memakai busana yang tipis dan transparan, karena dengan itu tidak membuat aurat mereka tertutup dengan sempurna. Walaupun menyelimuti sekujur tubuhnya dan dibuat model longgar.
Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Akan datang pada generasi akhir zaman. Ummatku wanita-wanita yang mengenakan pakaian sekujur tubuhnya. Akan tetapi sama saja halnya dengan telanjang”.
(H.R. Malik dalam Kitabnya “Al-Muwa tha’ Juz II halaman 913) dan (Shohih Muslim Nomor 2128)
Ibnu ’Abdil-Baar berkata : “Yang dimaksud Rasulullah Saw. dalam Hadits di atas, adalah para wanita yang memakai busana dari bahan tipis yang menerawang dan sama sekali tidak berfungsi untuk menutup aurat”. Pada lahirnya mereka memang memakai pakaian. Akan tetapi pada Hakiqatnya Telanjang”.
Dan As-Syaukani berkata di dalam Kitabnya “Nail Al-Authaar Juz II halaman 115”. Menerangkan bahwa wanita wajib menutup aurat anggota tubuhnya dengan pakaian yang tidak bisa menggambarkan bentuk tubuhnya. Inilah syarat untuk menutup aurat.”
Sebagian ahli Fiqih menyebutkan bahwa busana yang tipis, keberadaannya sama dengan ketiadaannya. Jika demikian, maka Sholat orang yang memakai busana tipis ini jelas tidak Sah.
Sebagian ‘Ulama Salaf tidak memakai pakaian yang hanya sekedar untuk memenuhi syarat agar bisa menutupi aurat saja. Tetapi yang mereka lakukan lebih dari itu semua. Mereka sangat merasa malu dan takut terhadap pandangan Allah Jalla Wa’azza yang tertuju kepadanya setiap saat dan detik.
Hendaknya pakailah busana yang longgar dan tidak tipis. Menutup aurat itu sesungguhnya benar-benar Perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Bukan hanya melihat mode pada zaman kita hidup saja. Kemudian tradisi tersebut diterima begitu saja. Sehingga kita akan menjadi orang yang tidak mempunyai Etika Islami yang dianjurkan untuk mengorbitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Faham orang Barat adalah kepingin bebas. Sebebas-bebasnya dari kungkungan Agama. Apa model begitu yang mau kita ikut ???Yang jelas, maksud mereka dengan ini semua adalah untuk menciptakan aib dalam tatanan Syari’at Islam. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang lebih mementingkan hasrat hawa nafsu. Budak Tradisi dan penganut “Faham serba boleh”. Dengan dalih kebebasan individu dan Hak Azasi Manusia.
Mereka menganggap tradisi yang baru itu harus di laksanakan.

Kasus-kasus yang termasuk dalam bahasan ini adalah sebagai berikut :
Sholat dengan memakai busana tidur (piyama).
Al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shohihnya. Dengan sanad yang berasal dari Abu Hurairah Ra. ia berkata : ”Seorang laki-laki berdiri menghadap Rasulullah Saw. Lantas ia bertanya kepada Nabi mengenai Sholat dengan hanya mengenakan sepotong baju. Rasulullah Saw. bersabda : “Apakah berat untuk masing-masing kamu mencari dua potong busana ?”.
Kemudian pria ini bertanya kepada ‘Umar bin Khattab Ra. Dan ‘Umar Ra. menjawab :
“Jika Allah menciptakan kelapangan buat kamu dan keluargamu. Maka ciptakanlah kelapangan ketika melaksanakan Sholat demi menghadap-Nya. Dan hendaklah seseorang Sholat dengan mengenakan Sarung dan Pakaian. Dengan Sarung dan Gamis, dengan Sarung dan Qaba’ (sejenis pakaian luar). Dengan Celana dan Pakaian, dengan Celana dan Qaba".
Diriwayatkan Al-Bukhari. Dalam Kitabnya “As-Sholaah” juz I Halaman Nomor : 475.
Oleh Muslim dalam Kitabnya “As-Shohih” Juz II Halaman Nomor : 515
Oleh Abu Daud dalam Kitabnya “As-Sunan” Halaman Nomor : 625 dan masih banyak lagi Kitab-kitab yang lain.

‘Abdullah bin ‘Umar Ra pernah melihat Nafi’ sedang melaksanakan Sholat di sebuah tempat seorang diri dengan hanya mengenakan satu potong busana. Lalu Ibnu ‘Umar berkata kepadanya. “Bukankah aku memberimu dua potong busana ?", Nafi’ menjawab “Benar”, Ibnu ‘Umar kembali berkata “Apakah kamu hanya akan memakai satu potong busana ketika keluar ke pasar ?”. Nafi’ menjawab “Tidak”. Lantas Ibnu ‘Umar berkata “Allah lebih berhak melihat kita berpakaian”. (Dalam Kitab Syarh Ma’ani Al-Aatsaar juz I hal 377)
Begitu juga dengan orang yang melakukan Sholat dengan mengenakan baju tidur. Hampir bisa dipastikan bahwa ia akan merasa malu mengenakannya, ketika ia pergi ke pasar. Karena bahannya yang begitu tipis dan transparan.
Ibn ‘Abdul Al-Bar berkata di dalam Kitabnya “Al-Tam hiid Juz VI : 369 :
“Sesungguhnya para ‘Ulama ahli ‘ilmu merasa malu untuk memakai sepotong busana saja ketika melakukan Sholat. Mereka selalu merias diri dengan memakai busana terbaik yang mereka miliki, dan memoleskan wangi-wangian”.
Para ahli hukum Islam (Fiqih) membahas masalah penutupan aurat secara panjang lebar dalam Bab Syarat Sah Sholat. Mereka berkata sebagai berikut, “Orang yang menutup auratnya di-isyaratkan untuk memilih bahan yang tebal. Tidak cukup apabila hanya memakai bahan tipis yang bisa menunjukkan warna kulit luar (kulit ari)”.
Perhatikan Kitab-kitab lama :
(Kitab Al-Diin Al-Kholiis Juz II halaman 101 Nomor 102)
(Kitab Al-Mughniy Juz I halaman 617)
(Kitab I’aanah Al-Thoolibin Juz I halaman 113)
(Kitab Nihaayah Al-Muhtaaj Juz II halaman 8)
(Haasyiyah Qulyubiyah wa ‘Amiirah Juz I halaman 178)
Al-Libaas wa Al-Ziinah fil al-syarii’ah al-Islamiyah hal 99)
(Kitab Tafsiir Al-Qurthubiy Juz XIV halaman 243-244)

Peraturan ini berlaku bagi kaum Pria maupun Wanita. Apakah ketika ia melakukan Sholat sendiri mau pun berjama’ah. Setiap orang yang tersingkap anggota tubuhnya yang termasuk aurat, sementara ia mampu untuk menutupinya, tetapi tidak ia lakukan, maka Sholatnya dianggap tidak sah.
Hukum ini juga berlaku, sekalipun misalnya seseorang melakukan Sholatnya secara individu dan di sebuah tempat yang gelap sekalipun. Ini sudah merupakan Ijma’ para ‘Ulama. Bahwa penutupan aurat itu sendiri adalah sebuah hal yang yang fardhu di dalam Sholat. Pendapat ini didasarkan kepada Firman Allah :

يـآبــَنِـيْ آدَ مَ خُـذُوْا زِ يْــنَــتَــكُـمْ عِـنْـدَ كُـلِّ مَـسْـجِـدٍ وَ كُــلُـوْ ا وَّ اشْرَ بـُوْا وَ لاَ تُسْـرِفُـوْ ا اِ نَّــه لاَ يــُحِـبُّ الْـمُسْــرِ فِـــيْـنَ

“Hai anak Adam ! Pakailah perhiasanmu (Pakaianmu yang indah) waktu Sholat. (atau Tawaf keliling Ka’bah). Dan makan serta minumlah, dan jangan kamu berlebih-lebihan (royal). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-A’raaf : 31)

Dalam ayat ini Allah berfirman, “tidak dibolehkan royal”. Tetapi bukan membatasi pembuatan pakaian, sehingga harus membuat pakaian yang pendek lagi minim dan transparan. Seperti kebanyakan yang kita lihat pada zaman sekarang.
Disamping memakai celana ketat dan transparan. Mereka memakai kemeja pendek. Kemudian ketika Ruku’ atau Sujud, maka kemeja pendek yang semula menutupi celana, terangkat ke atas, karena terlalu pendek. Dan pada waktu itu punggung dan sebagian dari anggota auratnya terbuka. Jika demikian, maka yang semula auratnya tertutup menjadi terbuka, sementara ia Ruku’ dan Sujud di hadapan Allah ‘Azza Wajalla. Apakah pantas yang diperbuatnya ini ? Kita mohon perlindungan dari Allah, semoga kita jangan sampai meniru perbuatan bodoh dari si pelaku kebodohan itu. Karena terbukanya aurat seperti itu bisa mengakibatkan Sholat menjadi batal. Sebab-sebab utamanya adalah celana dan kemeja yang pendek itu berasal dari Negeri kafir. (Dinukil Dari Kitab “Tanbiihaat Haammah ‘alaa Malaa bis al-Muslimin Al-Yawm Hal : 28)
Oleh karena itu ada pengamat dari Timur Tengah yang berbicara, “Orang yang tidak memperhatikan masalah busananya, dan tidak memiliki keinginan kuat untuk menutup aurat seluruh anggota tubuhnya ketika menghadap Allah Jalla Wa’azza, ia bisa dikategorikan sebagai orang yang sangat bodoh atau mungkin malas dan cuek”. (orang-orang ‘Ariif)

وَ لاَ يـَضْرِ بـْنَ بِـاَرْجُـلِــهِـنَّ لـِـيُـعْـلَـمَ مَا يـُخَـفِــيْـنَ مِنْ زِ يْــنَــتِـــهِــنَّ وَ تُــوْ بـُوْآ اِلىَ الـلّــهِ جَمِيْـعًا اَ يـُّـهَ الْـمُـؤْ مِـنُـوْنَ لَــعَـلَّــكُـمْ تـُـفْـلِحُـوْنَ


“Dan janganlah mereka merentakkan kaki mereka, agar diketahui orang perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan Ber-Taubatlah kamu sekalian kepada Allah. Hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”. (Q.S An-Nuur : 31)


Para ayah dan ibu memakaikan putra dan putrinya yang masih kecil, celana pendek kepada mereka. Kemudian mengajak anak masuk ke Masjid dan membiarkan mereka dalam keadaan seperti itu. Bukankah cara demikian akan membudaya. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Perintah Sholat yang dijatuhkan kepada anak-anak tersebut wajib ditekankan agar tetap penuh pehatian terhadap Syarat-syarat dan Rukun-rukunnya. Oleh karena itu, walau pun ia masih anak kecil, biasakanlah memakai busana yang mengandung arti membudayakan rasa malu. Dan perhatikanlah benar-benar hal ini jangan sampai lalai. Sebab jika anak-anak itu sudah biasa memakai pakaian yang demikian. Maka sampai di hari tuanya akan berlanjut memupuk rasa malu kepada sesama manusia. Dan rasa malu kepada para Malaikat-malaikat selanjutnya rasa malu kepada Allah SWT.

Sholat dengan Memakai Musbil/Sarung Melewati Mata Kaki.
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata :
”Ketika ada seorang Laki-laki yang Sholat dengan mengenakan Sarung Musbil (secara berlebihan) Rasulullah Saw bersabda kepadanya : ”Pergilah ambil air wudhu’ ! Kemudian ia pergi berwudhu’, setelah itu ia datang kepada Rasulullah Saw. dan Rasulullah bersabda kepadanya : “Pergilah ambil wudhu’ lagi !”. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau suruh ia mengambil air wudhu’ lagi ?”. Beliau diam untuk beberapa saat. Kemudian bersabda : ”Sesungguhnya tadi ia melakukan Sholat, dengan memakai Sarung dengan Musbil (menurunkan kain sarungnya sampai ke bawah mata kaki)”. Sesungguhnya Allah tidak menerima Sholat seorang Lelaki yang memakai sarung dengan cara demikian”. (H.R. Abu Daud dalam Shohihnya Juz I : 172)
Dari ‘Abdullah bin Amr Ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda : ”Allah tidak akan melihat Sholat seseorang yang melepaskan Sarungnya sampai ke bawah mata kakinya”. (Ibn Khuzaimah & Shohihnya Juz I :382)
Ibnu Mas’ud Ra. ia berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda ”Barang siapa yang memusbilkan Sarungnya ketika Sholat karena sombong, maka (Allah tidak perduli lagi kepadanya)”. (H.R. Abu Daud)
Artinya bahwa orang itu tidak lagi bermanfa’at segala pekerjaannya. Apakah ia melakukan perbuatan Halal mau pun Haram. Ia benar-benar tidak lagi diperhatikan Allah.
Ada yang mengatakan bahwa Lafaz Hadits itu ialah : “Ia tidak sedikitpun termasuk di dalam Agama Allah". Artinya bahwa ia telah terlepas dari tanggungan Allah Ta’ala dan telah meningggalkan Agama-Nya (Lihat Kitab : Badzl al-Majhuud fil Hill Abu Daud Juz I halaman 297)
Yang jelas, Hadits di atas menunjukkan bahwa melepaskan sarung sampai ke bawah mata kaki ketika Sholat adalah Haram Hukumnya, jika dilakukannya denga niat sombong. Pendapat ini juga yang dipilih oleh ‘Ulama Syafi’i dan Al-Hanabillah. Tetapi jika memakai sarung Isbaal tanpa ada niat sombong, maka hukumnya makruh. Tetapi banyak pendapat bahwa yang demikian itu baik berniat sombong atau tidak, hukumnya adalah Haram. Karena perbuatan itu bisa mengantarkan kepada perasaan buruk terhadap si pemakai.
Ibnul Qoyyim menanggapi Hadits yang menunjukkan sarung Isbaal tersebut :
“Bahwa memakai sarung dengan Isbaal adalah maksiat. Dan setiap orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat, maka ia akan diperintahkan untuk mengambil air wudhu’ dan kembali Sholat. Karena sesungguhnya berwudhu’ itu dapat memadamkan nyala api maksiat”.
(Al-Tahzziib ‘alaa Sunan Abu Daud Juz IV hal : 150)
Boleh jadi rahasia perintah Rasulullah Saw. kepada orang itu untuk berwudhu’ dan Sholat kembali adalah karena ia tidak sempurna Hadatsnya, maka ia akan berfikir sebab dari diperintahkannya ia berwudhu’ kembali. Dengan demikian ia bisa menghentikan perbuatan yang bertentangan dengan Syari’at Rasulullah.
Sesungguhnya berkat perintah Rasulullah Saw. kepada orang tersebut agar ia mensucikan kembali anggota tubuhnya dengan berwudhu’. Maka Allah Ta’ala akan mensucikan Batinnya dari dosa yang besar. Karena kesucian Lahir bisa berpengaruh terhadap kesucian Batin.
Maka orang yang Sholat, hendaknya memperhatikan benar pakaian yang sedang dipakainya. Jika pakaian tersebut terurai sampai ke bawah (isbaal) maka hendaklah segera diangkat. Sebab orang yang segera menarik pakaiannya ke atas tidak diklasifikasikan sebagai orang yang sombong, sebab tidak sengaja memusbilkan kain sarungnya. Jelasnya bahwa kejadian seperti itu dimaklumi.
Adapun orang yang menguraikan bagian bawah bajunya. Baik yang dipakai itu sarung atau celana mau pun gamis, maka ia termasuk dalam ancaman Nabi Saw. Oleh karena itu bagi setiap individu Muslim hendaklah menghindari Isbaal dan perbuatan tersebut harus didasari Rasa Taqwa kepada Allah Jalla Wa’azza.
Ingatlah ! orang yang melebihkan kain atau gamis atau jubahnya ke bawah mata kaki, termasuk dalam kategori orang yang sombong. Dan orang yang sombong akan dimurkai Allah SWT :

مَنْ جَـزَ ثُـــوْ بَــهُ خُــيَــلاَ ءَ لَـمْ يَــنْــظُـرِالـلّــــهُ إِ لَــيْــهِ يَـــوْ مَ الْـقِـــيَا مَــةِ

"Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya (sehingga menyeret ke Tanah) karena kesombongannya. Maka Allah tidak akan memandangnya nanti pada Hari Qiyamat". (H.R. Bukhari dan Muslim)

مَنْ تَــعَـاظَـمَ فِى نَــفْـسِـهِ وَاخْـتَـالَ فِى مِـثْــيَــتِــهِ لَـقِـيَ الـلّـــهَ وَ هُوَ عَـلَــيْـهِ عَـضْـبَـانُ

"Barangsiapa membanggakan dirinya sendiri. Dan berjalan dengan angkuh. Maka ia akan menghadap Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya". (HR. Ahmad)

قَالَ الـلّــــــــــهُ عَــزَّ وَجَـــلَّ فِى الْحَــدِ يْــثِ الْــقُــــدْسِـيّ : أَ لْــعِـزُّ اِزَرِيْ وَ الْــكِــبْـرِ يَـاءِ رِ دَ ا ئِـيْ ، فَـمَـنْ يـُــنَازِ عُـنِـى عَــذَّ بــْـتُـــهُ

"Ke-Agungan adalah Kain-KU. Dan Kesombongan adalah Pakaian-KU. Barangsiapa yang merebutnya (dari AKU) Maka Aku akan menyiksanya".

Makruh Sholat dengan menggantungkan Baju atau Jubah ke bahu atau Tidak memasukkan Tangannya ke Baju atau Jubahnya.
Kesalahan sadar atau tanpa sadar, yang sering diperbuat oleh manusia Hamba Allah yang mau menegakkan Sholat. Hal ini diperkuat oleh perkataan "Abu ‘Ubaidah", "Shodh” adalah melepaskan baju tanpa mengumpulkan kedua tangannya menjadi satu".
(Lihat Kitab Fat Al-Baari Juz x halaman : 362)

Menyingsingkan Lengan Baju ketika hendak melakukan Sholat.
Riwayat dari Ibnu ‘Abbas Ra. Ia berkata : "Rasulullah Saw. bersabda : "Aku disuruh untuk Sujud di atas tujuh anggota badan. Dan dilarang menjadikan satu baju (menyingsingkan) dan menjalin rambut". (H.R. Muslim)
An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala ia berkata :
"Para ‘Ulama telah sepakat tentang Larangan Sholat dengan menyingsingkan Baju, Lengan Baju atau yang lainnya". (Shohih Muslim Juz IV hal : 209)
An-Nawawi berkata setelah perkataannya yang diatas : "Larangan untuk menyingsingkan Lengan Baju, adalah makruh tanzih. Jika ada seseorang yang Sholat dalam keadaan seperti itu, maka Sholatnya tetap Sah. Hanya saja ia telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji".
Pendapat ini yang dibuat Argumentasi oleh Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al-Thobariy. Beserta ijma’ para ‘Ulama. Ibn Al-Mundzir bercerita tentang pengulangan pendapat tersebut dari Al-Hasan Al-Bishri.
Imama Ahmad berkata : "Redaksi larangan itu adalah bersifat mutlaq. Apakah menyingsingkan Baju ketika Sholat atau sebelumnya, dan setelah itu baru melakukan Sholat. Yang penting orang itu me nyingsingkan Lengan baju atau Bajunya". (Shohih Muslim IV-209)
Kemudian Beliau berkata lagi : "Madzhab yang dipegang oleh mayoritas ‘Ulama adalah Larangan tersebut bersifat mutlaq bagi setiap orang yang melaksanakan Sholat dengan menyingsingkan Lengan bajunya. Baik ia sengaja untuk Sholat dalam keadaan seperti itu atau memang sebelumnya ia telah terbiasa melakukan hal tersebut".
Al-Dawudiy berkata : "Larangan itu lebih dikhususkan untuk orang yang melakukannya ketika Sholat. Sedangkan pendapat yang dipilih lagi Shohih adalah pendapat yang pertama. Itulah Redaksi yang dinukil dari Sahabat dan lainnya". (Kitab Ibid)

Untuk itu sangat baik, jika kita mau merenungkan diri sendiri. Sudah sampai dimana kita bisa turut menekuni Hadits-hadits Rasulullah Saw. jangan diri orang lain saja yang kita salahkan. Para orang-orang ‘Arif zaman dahulu, jika dalam urusan Akhirat, mereka akan terlebih dahulu menangisi nasib dirinya. Ketimbang memikirkan diri orang lain, yaitu jangan caci orang lain. Lihat dirimu..

Sholat dengan kedua bahu terbuka.

Bahu adalah anggota badan yang berada antara pundak dan pangkal leher.
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata : "Rasulullah Saw telah bersabda : "Salah seorang dari kamu tidak (boleh) Sholat dengan satu busana yang di pundaknya tidak ada penutupnya sedikitpun". (Mutafaqun ’Alaih)
Hadits demikian dapat ditemukan di Kitab-kitab Hadits antara lain :
1. Al-Bukhari, Kitab “Ash-Sholah" Bab “Izaa Sholla fil al tsaub al-waahid” Juz I : 471
2. Muslim, Kitab “Ash-Sholah” Bab “Al-Sholah fil tsaub waahid” Juz I : 368
3. Abu Daud, Hadits Nomor : 626
4. Ad-Darimiy, Juz I : 318
5. As-Syafi’i, “Kitab “Al-Umm” Juz I : 77
6. Ibn Khuzaimah, Nomor : 765
7. Abu ‘Uwanah, Juz II : 61
8. At-Thohawiy, Juz I : 282
9. Al-Baihaqi, Juz II : 238

Yang menjadi inti masalah di sini sebenarnya adalah membuka kedua bahu itulah yang dilarang. Dan kalimat larangan menunjukkan bahwa obyek larangan jika tetap dilakukan bisa merusak Ibadah. Selain itu kedua bahu memang wajib ditutup ketika Sholat. Membiarkannya terbuka sama dengan merusak Sholat, sebagaimana ketika ia tidak menutup aurat yang lain. Demikian Kitab Al-Mughniy Juz I halaman : 618.

Dalam pelaksanaan Haji mungkin ada pengecualiannya. Nanti akan dibahas pada Pelajaran Hajji. Kita perhatikan Redaksi Hadits terdahulu yang menyebut :
“Salah seorang dari kamu tidak boleh Sholat dengan satu busana yang dipundaknya tidak ada (Penutupnya)"
Jika demikian sehelai benang diletakkan di bahu tidak cukup untuk menutupi pundak tersebut. Karena tidak bisa dikatakan busana. Yang benar tidak cukup Sholat dengan hanya meletakkan sehelai benang di bahu.
“Jika salah seorang diantara kalian Sholat dengan mengenakan satu Busana, maka hendaklah ia menyelempangkan kedua sisi baju kanan dan kiri di atas kedua bahunya”.
Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
Karena Perintah menyelempangkan dua sisi baju di kedua bahu, tujuannya adalah untuk menutupinya. Maka meletakkan sehelai benang saja, tidak dianggap mencukupi. Dan tidak bisa dianggap untuk menutup aurat. Dari pembahasan ini dapat diketahui kesalahan sebagian orang yang melakukan Sholat. Lebih-lebih ketika musim panas, hanya dengan mengenakan baju yang berserat benang, yakni kainnya sangat jarang. Sholat memakai busana seperti ini adalah Batal menurut Ulama Mazhab Hambali dan sebagian Ulama Salaf. Namun banyak Ulama yang mengatakan Hukumnya hanya Makruh.

Sholat dengan busana yang penuh dengan gambar.
Dari A’isyah Ra. ia berkata : ”Rasulullah Saw. melaksanakan Sholat dengan mengenakan Khamishah (jenis busana yang terbuat dari bulu). Yang ada gambarnya. Ketika telah selesai melakukan Sholat. Beliau bersabda :

عَنْ عَائِــشَــةَ قَالَـتْ قَامَ رَسُــوْ لِ الـلّـــهِ صَــلَّى الـلّـــهُ عَــلَــيْـهِ وَسَــلَّـمَ يُـصَــلِّـى فِى خَـمِـيْـصَــةٍ ذَاتِ أَعْــلاَ مُ فَــلَــمَّا قَـضَى صَـلاَ تَــهُ قَالَ : إِ ذْ هَـــبُـوْا بِــهَــذِ هِ الْخَـمِــيْــصَــةِ إِ لَى أَ بِـي جَــهْـمِ بْـنِ حُـذَ يْــفَــةَ وَ أْ تُــوْ نـِـيْ بِــأَ نْــبِـجَا نِـــيَّــةِ فَــإِ نَّـــهَا أ َ لْـــهَــتَــنِـى آ نِــفًا فِيْ صَــــلاَ تِـى

“Pergilah kalian kepada Abu Jaham Ibn Hudzaifah dengan Khamishah ini. Dan bawalah kepadaku Anbi jani (jenis baju yang tebal dan kasar). Karena sesungguhnya Khamishah tadi telah mengganggu konsentrasiku (Khusu’) ketika Sholat”.
(H.R. Al-Bukhari Kitab “Ash-Sholah Juz I hal : 482 nomor 373)
Dan masih banyak Dalil yang lain.

Yang dimaksud dengan “Anbijaniyyah” yang diminta Rasulullah Saw. adalah sejenis baju tebal yang tidak memiliki gambar-gambar (baju polos). Berbeda dengan “Khamishah” yang dikembalikan Beliau, ada gambar atau lukisan di kainnya.
At-Thayyibi berkata : “Di dalam Hadits yang membicarakan masalah Baju Anbijaniyyah dapat diketahui bahwa gambar atau sesuatu yang tampak lain, semacam asesoris. Yang demikian ini kiranya bisa mempengaruhi Hati yang bersih serta Jiwa yang suci menjadi kacau balau, seperti Hati yang dimiliki oleh Rasulullah Saw. Betapa pula halnya dengan Hati dan Jiwa yang belum bersih ? Konon Hati yang kumal serta Jiwa yang lusuh ?!
Dari Anas Ra. ia berkata : “Dahulu A’isyah Ra. memiliki kain yang tipis dan bergambar yang dibuat tabir di samping rumahnya. Lantas Rasulullah Saw. bersabda kepadanya : “Jauhkanlah dariku. Karena ia selalu tergambar dan terlintas difikiranku ketika aku Sholat”. (Al-Bukhari Juz I hal : 484 No 374)
Hadits Anas Ra. tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Sholat dengan busana yang bergambar atau berlukisan, hukumnya makruh. Dalam hal ini mayoritas Ulama memberi Hukum Makruh dan ada juga yang menghukumkan Haram. Bahkan patung maupun gambar yang berada diatas kertas atau kain, harus dihancurkan. Ini menunjuk kepada Riwayat A’isyah Ra. di atas.
Setelah memperhatikan Hadits-hadits di atas, berkata An-Nawawiy : “Adapun baju yang bergambar Salib atau lainnya yang bisa mengganggu Konsentrasi orang melaksanakan Sholat, Hukumnya Haram”. Dan makruh Sholat menghadap gambar atau menjadi alas untuk Sholat (Sejadah). Karena keterangan yang terkandung dalam hadits tersebut”.
(Kitab - Al-Majmu’ : III)

Hukum orang yang sholat membawa gambar.
Imam Ahmad Ra. ditanya tentang cincin yang ada ukirannya seperti patung. Apakah boleh dipakai ketika melaksanakan Sholat ? Beliau menjawab :
“Benda itu tidak boleh dipakai dan tidak diperkenankan dipakai ketika melaksanakan Sholat”
(Kitab Al-Mudawwan Al - Qubro Juz I : 91).
“Orang yang mau melaksanakan Sholat Makruh hukumnya memakai Batu Cincin Permata yang ada ukiran atau gambarnya, baik ukiran hewan maupun ukiran manusia atau memakai baju dan benda lain seperti keping koin yang ada gambarnya”
(Kasysyaal Al-Qana Juz I Hal 432).
Para Ulama Mazhab Hanafi memberi keringanan bagi seseorang yang membawa kepingan uang yang ada gambarnya. Karena benda tersebut hanya sedikit, dan tidak jelas terpandang oleh mata”. (Kitab ‘Uyuun Al-Masaail II 427).
Semua Hadits yang menunjukkan larangan di atas memiliki makna yang berdekatan. Benang merah atau batas yang bisa diambil, adalah larangan Sholat dengan mengenakan busana yang bergambar atau Sholat menghadap gambar. Alasannya ialah karena dapat merusak ke khusu’an ketika orang melaksanakan Sholat. Selain dari itu, gambar juga bisa menghalangi seseorang untuk memikirkan Lafaz Zikir dalam Sholat”.
Syarah An-Nawawiy ‘Alaas-Sholaah Muslim Juz V: 43.

Demikianlah sekelumit yang dapat dipetikkan dari beberapa Kitab yang Mu’tabar. Dan untuk selanjutnya kami serahkan kepada yang punya badan. Mau dibawa kemana badan yang hanya satu itu. Pulang terserah kepada Anda sekalian, mau ambil Hukum yang mana terserah. Apa lagi pada zaman sekarang sudah terbuka semua Hukum-hukum Fiqih. Baik dari Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali, Mazhab Maliki, maupun Mazhab Syafi’i.
Dipersilahkan pegang kepunyaan masing-masing. Dalam kitab ini hanya sekedar membuka tabir yang yang selalu menghijab seorang Muslim dari Hukum-hukum Islam itu sendiri. Karena sering tidak beredar kepermukaan para Muslim.

Sholat tanpa mengenakan penutup kepala.
Boleh melakukan Sholat dengan membuka kepala bagi Kaum Laki-laki. Sebab kepala hanya menjadi aurat bagi kaum Wanita, bukan untuk kaum Pria. Ini Hukum dasar. Kendatipun demikian, disunnahkan bagi setiap orang yang melaksanakan Sholat untuk mengenakan pakaian yang layak dan sempurna menurut ukuran manusia. Di antaranya ialah kesempurnaan Busana Sholat adalah dengan memakai “Imamah” (Kain Sorban yang di kaitkan di kepala). Songkok atau Kufyah atau sebagainya yang biasa dikenakan di kepala ketika melaksanakan Ibadah kepada Allah SWT.
Menurut para pakarnya, bahwa tidak memakai penutup kepala tanpa uzur (keadaan yang memaksa), maka hukumnya Makruh. Terlebih-lebih ketika melakukan Sholat Fardhu dan teristimewa lagi ketika Sholat dengan berjama’ah.
(Fatwa Muhammad Rasyid Ridho Juz V Halaman : 1849)
(Dan terdapat dalam Kitab Al-Synan Wa Al-Mubtadi’aat Halaman : 69)
Al-Albani berkata : “Menurut pendapatku, sesungguhnya Sholat dengan tidak memakai tutup kepala, hukumnya adalah Makruh. Karena merupakan sesuatu yang sangat disunnahkan. Jika seseorang Muslim melakukan Sholat dengan memakai Busana Islami yang sempurna, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Hadits di atas. “Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah yang paling berhaq untuk dihadapi dengan berhias diri”.
Diriwayatkan oleh At-Thohawiy :
“Tidak memakai tutup kepala bukanlah kebiasaan baik yang dilaksanakan oleh Ulama-ulama Salaf. Baik ketika mereka berjalan, maupun ketika memasuki tempat-tempat Ibadah”.
Kebiasaan tidak memakai tutup kepala sebenarnya adalah tradisi orang-orang non Muslim. Ide ini memang sengaja diselundupkan ke Negara-negara Muslim ketika mereka melancarkan kolonialisasi. Mereka mengajarkan kebiasaan buruk. Dan sayangnya malah di ikut oleh sementara Umat Muslim yang goblok dan bodoh.
Mereka mengesampingkan kepribadian dan Tradisi ke-Islaman mereka sendiri. Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang dibungkus sangat halus, sehingga Umat Muslim tergiur dengan kesimpelan gaya berpakaian orang-orang kafir. Dan inilah yang dijadikan alasan bagi mereka-mereka yang pro dengan perbuatan orang Kafir mengatakan :
“Bahwa tidak mengapa Sholat dengan tidak memakai Kufyah”. Al-Albani melanjutkan, bahwa para Sahabat-sahabat Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkan dalam sebuah Riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw. tidak memakai Sorbannya atau penutup kepala ketika Sholat. Kecuali hanya ketika Ihram. Barang siapa yang menyangka Beliau pernah tidak memakai “Imamah” ketika Sholat, selain pada saat melakukan Ihram. Maka ia harus bisa menunjukkan Dalilnya. Dan yang benar itulah yang berhaq untuk diikuti.
Yang perlu disebutkan disini adalah bahwa Sholat tanpa mengenakan tutup kepala hukumnya adalah Makruh saja. Namun Al-Baghowiy berkata : ”Tidak bisa disangkal lagi. Bahwa lebih baik tidak dilakukan Sholat Jama’ah sebelum seorang Imam memenuhi semua syarat kesempurnaan Sholat. Dan mengkuti semua Sunnah Rasulullah Saw”.
Selanjutnya hanya kepada Allah kita memohon perlindungan.