19 January 2008

12. Sunnah Terbagi Tiga Bagian

Sunnah menurut bahasa artinya ialah : Perjalanan atau Pekerjaan atau Cara. Sunnah menurut istilah Syara’ ialah Perkataan Nabi Muhammad Saw. atau Perbuatan. Dan Keterangan Beliau atau Diamnya Nabi Saw.
Yaitu sesuatu yang dikatakan atau yang diperbuat oleh para Sahabat, tetapi tidak ditegur oleh Nabi Saw. Tiada ditegur, adalah sebagai bukti bahwa perbuatan tersebut tidak terlarang hukumnya. Oleh karena itu, Sunnah terbagi menjadi tiga bagian :

1. SUNNAH QOULIYAH.
Sabda-sabda Rasulullah Saw.
Sunnah Qouliyah, yaitu segenap Perkataan Nabi Saw. yang menerangkan Hukum-hukum Agama dan maksud isi Al-Qur-aan, serta berisi Peradaban. Hikmah. ‘Ilmu pengetahuan. Juga Menganjurkan agar manusia ber-Akhlaq mulia. Sunnah Qouliyah (Ucapan) ini dinamakan juga Hadits Nabi Saw.

2. SUNNAH FI’LIYAH.
Segenap perbuatan Rasulullah Saw.
Sunnah Fi’liyah, yaitu segenap Perbuatan Rasulullah Saw. Yang menerangkan cara pelaksanaan Ibadah, misalnya cara Berwudhu’ yang baik. Cara dan gerakan dalam Sholat. Cara gerakan menyembelih Hewan. Dan lain sebagainya.

3. SUNNAH TAQRIRIYAH.
Diamnya Rasulullah Saw. atas ucapan atau perbuatan para Sahabat Nabi Saw.
Sunnah Taqririyah, yaitu apabila Nabi Saw. mendengar Sahabat mengatakan perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan. Lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi Saw. dan tidak ditegurnya atau dilarangnya. Maka yang demikian ini dinamai Sunnah Ketetapan Nabi Saw. (Taqrir).

SUNNAH ITU MENJADI HUJJAH (PEGANGAN)
Sunnah mempunyai dua Fungsi :
A. Menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur-aan.
B. Berdiri sendiri dalam menentukan sebagian dari be berapa Hukum. Menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur-aan, sebagaimana Firman Allah :




وَ اَ نْـزَ لْــنَآ اِلَــيْـكَ الـذِّكْــرَ لــِـتُـــبَــيِّــنَ لـِلــنَّاسِ مَا نَــزِّ لَ اِ لَـــيْـــهِـمْ

“Dan KAMI telah menurunkan Peringatan (Az-Zik ro) kepadamu, agar kamu menerangkan kepada seluruh manusia. Apa yang sudah diturunkan kepada mereka”. (Q.S. An-Nahl : 44)

Demikianlah, karena sebagian ayat-ayat Al-Qur-aan yang mendukung Hukum-hukum itu, masih merupakan sesuatu, secara garis besarnya saja. Maka untuk menjelaskan hal ini, Nabi Saw. yang berhaq menjelaskannya kepada seluruh umatnya. Misalnya : Perintah Mandi Jenabat / Junub. Atau Berwudhu’. atau Bertayamum. Serta Perintah Sholat. Dan mengeluarkan Zakat. Maka untuk memberi keterengan tentang pelaksanaannya, maka diperlukan penjelasan dari Rasulullah Saw.

Hadits.
Berdiri sendiri dalam menentukan sebagian dari pada beberapa Hukum : seperti ada kalanya dalam Al-Qur-aan tidak didapati Hukum suatu hal yang disebut oleh Rasulullah Saw. misalnya tentang haramnya Hewan yang berkuku tajam jika dimakan.
Kedudukan Sunnah/Hadits yang menyendiri mengatur Hukum Syara’ secara Qur-aan, sebagaimana Sabda Nabi :




أَ لاَ وَ إِ نِّـيْ أُوْ تــِـيْتُ الْـقُـرْآنَ وَ مِـثْــلَــهَ مَــعَــهُ

"Ingatlah. Bahwasanya saya sudah diberi Al-Qur-aan dan disertai dengan sebangsanya (Sunnah) itu”. (H.R. Abu Daud dan At-Turmudzy)




Selanjutnya Firman Allah :

وَ مَـآ ا تـكُـمُ الـرَّسُـوْ لُ فَـخُـدُوْ هُ وَ مَـا نَــهكُـمْ عَــنْـــــــهُ فَـانْــتَـــهُـوْا، وَ ا تَّــقُـواالـلّـــــــــهَ ط اِنَّ الـلّـــــــــهَ شَـدِ يْـدُ ا لْــعِـقَابِ

“Apa yang dianjurkan Rasul kepadamu, Terimalah. Dan mana yang dilarangnya hendaklah kamu tinggalkan. Dan Bertaqwalah kepada Allah. sesungguhnya Allah sangat keras Hukuman-Nya”. (Q.S. Al-Hasyr : 7)

Dan kita lihat ayat yang lain :

مَنْ يـُّطِـعِ الـرَّسُـوْ لَ فَـقَدْ اَطَاعَ الـلّـــهَ ج وَ مَنْ تَـوَ لـىّ فَـمَآ اَرْ سَـلْـنكَ عَــلَــيْــهِـمْ حَــفِــيْـظًا

“Barangsiapa yang menta’ati Rasul (Muhammad). Maka berarti ia telah menta’ati Allah. Dan barang siapa yang membelot. (berkhianat). Maka engkau (Muhammad) tidak KAMI utus untuk mengawasi mereka”. (Q.S. An-Nisaa’ : 80)

Dengan demikian, dapatlah kita ketahui. Bahwasanya Sunnah adalah merupakan Hujjah (pegangan) kedua. Sesudah Al-Qur-aan yang telah ditetapkan menjadi sumber Hukum bagi Islam. Wahai saudara-sauadaraku yang se-Iman ! demikian sekelumit yang menerangkan tentang dekatnya kaitan Hadits dan Al-Qur-aan. Yang kedua-duanya adalah dasar dan sumber pengambilan Hukum bagi Islam.

1. KETERANGAN SUNNAH QOULIYAH

Sunnah Qouliyah sering disebut "khabar" jadi sunnah Qouliyah itu boleh dinamakan Sunnah-Hadits-atau Khabar. Khabar itu jika ditinjau dari sudut Sanadnya, yaitu banyak sedikitnya orang yang meriwayatkannya. Untuk ini, kita dipersilahkan membaca dan mempelajari Kitab-kitab Hadits, yang pada jaman sekarang cukup banyak terdapat diberbagai Toko-toko Buku dan Kitab. Bahkan sudah diterjemahkan artinya kedalam bahasa Indonesia yang mantap.

Khabar Mutawatir :
1. Yang dimaksud dengan Khabar Mutawatir, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh golongan demi golongan, sehingga dalam tingkatan dari sejak sahabat. Tabi’iin. Tabi’it-Tabi’it dan seterusnya. Tidak kurang dari sepuluh orang yang mendengar atau meriwayatkannya. Hingga sampai kepada perawi yang penghabisan dan menyusun Kitab Hadist, misalnya : Al-Bukhari. Muslim. Imam Malik. An-Nasa’iy. Ibnu Majah. At-Turmudzy. Abu Daud. Dan lain-lain. Khabar Mutawatir mempunyai syarat sebagai berikut :
a) Mereka yang memberi tahukan itu, benar mengetahui kenyataan dengan cara melihat atau mendengar sendiri jelas dan terang kelahirannya dari Rasul Saw.
b) Jumlah orang-orangnya harus dengan jumlah yang menurut adat tidak mungkin berbuat dusta. Tidak dengan jumlah yang terbatas, misalnya 7 atau 12 orang. Asal dapat memberikan pengetahuan ilmu dhoruri. Mau tidak mau mesti dapat diterima. (Tak dapat ditolak).
2. Mesti sama banyak rawinya dari permulaan sanad sampai akhir sanad. Misalnya lapisan pertama 100 orang. Dan dipertengahan 90 orang. Dan akhir sanadnya sebanyak 110 orang.
Yang dimaksud persamaan banyak. Bukan persamaan bilangan. Demikian sulit sebenarnya jika tidak dikaji dengan sungguh-sungguh. Mari kita lihat Hadits Nabi Saw. dibawah ini :

مَنْ كَـذَّبَ عَـلَيَّ مُـتَــعَـمِّـدًا فَــلْــيَــتَـــبَــوَّ أُ مَـقْــعَـدَ هُ مِنَ الـــنَّارِ

"Barang siapa berdusta atas Namaku. Dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari api Neraka".

Keterangan Hadits ini diriwayatkan oleh 100 orang sahabat.

مَنْ تَــقَـوَّ لَ عَـلَـيَّ مَالَـمْ أَ قُـلْ فَــلْــيَــتَــبَــوَّ أُ مَـقْــعَـدَ هُ مِنَ الـــنَّارِ

"Barang siapa mengada-adakan percakapan atas Namaku. Tentang sesuatu yang belum pernah kukatakan. Maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari (api) Neraka". (H.R. Ibnu Majah)

مَنْ قَالَ عَـلَيَّ مَالَـمْ أَ قُـلْ فَــلْــيَـتَــبَــوَّ أَ مَــقْــعَـدَ هُ مِنَ الـــنَّارِ

"Barangsiapa berkata atas namaku tentang sesuatu yang belum pernah kukatakan. Maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari Neraka"
(H.R. Al-Hakiim)
Hadits tersebut diatas, diriwayatkan oleh berpuluh-puluh Ahli Hadits yang lafaz redaksinya agak berbeda-beda. Tetapi semua makna dan artinya serupa.
Khabar Ahad :
Ialah Hadits yang Perawi-perawinya tidak mencapai syarat-syarat perawi Hadits Mutawatir diatas.
a) Hadits Masyhur, yaitu yang diriwayatkan oleh paling sedikit tiga orang.
b) Hadits ‘Aziz, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang. Atau tiga orang dalam tingkatan itu.
c) Hadits Ghorib, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh seorang saja, baik awal sanad maupun ditengah-tengah
Khabar Ahad jika ditinjau dari segi kualitasnya, yakni sifat-sifat orang-orang yang meriwayatkannya.
1. Hadits Shohih.
Yaitu Hadits yang mempunyai syarat-syarat berikut :
a) Sanadnya tidak terputus-putus.
b) Orang yang meriwayatkannya bersifat adil, sempurna ingatan dan catatannya, tidak suka berbuat ganjil dari orang banyak.
c) Tidak bercacat perangai dan isi Haditsnya, dengan cacat yang membahayakan kelangsungan Hadits.
d) Keadaannya tidak dibenci dan ditolak oleh ahli-ahli Hadits.
2. Hadits Hasan.
Yaitu Hadits yang memenuhi syarat Hadits Shohih.
Tetapi orang yang meriwayatkannya kurang kuat ingatannya. Disini boleh diterima, sekalipun hafalan nya kurang sempurna. Asal tidak membahayakan dan tidak berbuat ganjil dari kebiasaan orang banyak.
3. Hadits Dho’if.
Yaitu Hadits yang tidak lengkap syarat-syaratnya, yakni tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam Hadits Shohih dan Hadits Hasan (baik).

2. KETERANGAN SUNNAH FI’LIYAH
Ialah pekerjaan Nabi Saw. yang bersifat gerakan Jiwa. Gerakan Hati. Gerakan Tubuh, seperti Bernafas. Duduk. Berjalan. Dan Cara Makan. Cara Tidur. Dan sebagainya. Perbuatan semacam ini tidak ada hubungannya dengan perintah dan larangan. Kecuali kalau ada anjuran dari Nabi Saw. untuk mengikuti cara-cara tersebut.
Perbuatan Nabi Saw. yang khusus untuk Beliau sendiri, seperti menyambung Puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
Pekerjaan yang bersifat menjelaskan Hukum yang Mujmal, seperti Sholat. Puasa Bulan Ramadhan. Melaksanakan ibadah Hajji. Dan yang menjelaskan kewajiban bagi ummatnya, sebagai contoh di bawah :

صَــلُّـوْ ا كَــمَا رَ أَ يْــتُــمُـوْ نـِـيْ أُ صَــلِّى

"Sholatlah sebagaimana kamu lihat aku Sholat".(H.R. Bukhari)

3. KETERANGAN SUNNAH TAQRIRIYAH

Ialah diamnya Nabi Saw. Ketika Beliau melihat sesuatu perbuatan para Sahabat. Baik mereka kerjakan dihadapan Nabi Saw. maupun dibelakang Nabi Saw. dan disampaikan beritanya kepada Beliau.
Maka perbuatan atau perkataan yang didiamkan oleh Nabi Saw. tersebut, sama saja dengan perbuatan atau perkataan Nabi Saw. sendiri, yaitu dapat dijadikan Hujjah (Pegangan) bagi umat Islam seluruhnya.
Syarat-syarat Taqrir, ialah orang yang dibiarkan itu benar benar orang yang tunduk patuh kepada hukum Syara’. Bukan orang kafir atau munafiq. Contoh Taqrir antara lain :
a) Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir
b) Mempergunakan harta yang diusahakan mereka ketika mereka masih kafir
c) Membiarkan Dzikir dengan suara keras sesudah Sholat

SUNNAH HAMIYAH

Ialah sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan Nabi Saw. tetapi belum sempat Beliau melaksanakannya. Misalnya Beliau ingin melakukan Puasa pada Tanggal 9 Muharram. Namun sebelum Nabi Saw. melakukannya, tetapi Beliau telah wafat. Walaupun keinginan itu belum terlaksana. Namun sebagian Ulama menganggap Sunnah Berpuasa pada Tanggal 9 Muharram itu, sangat baik dilakukan oleh umatnya. Sunnah ialah "Hadits". Namun ada yang mengatakan "Khabar" dan ada yang mengatakan "Atsar" Ketiganya adalah satu makna. Menurut Ahli Hadits. Ada juga yang membedakan dari ketiganya ini. Yang perlu kita teliti dengan baik. Ialah jangan sampai kita terperangkap dengan Hadits-hadits palsu. Yang sering dibuat oleh Israiliyat (Yahudi) guna untuk membelokkan umat Islam kearah yang tidak karuan. Maka sudah datang wajibnya bagi kita untuk mendekati Ahli Hadits, dan belajar Hadits-hadits yang Shohih, dari mereka-mereka yang memang Ahli dalam bidang tersebut.

0 comments: