Hukum artinya adalah Sekumpulan Peraturan yang menetapkan suatu Perbuatan. Dan melarang suatu Perbuatan. Sebab apabila terlanggar salah satu dari Hukum Peraturan tersebut. Maka akan dikenakan Sanksi, atau diambil tindakan oleh Undang-undang yang termaktub atau tertera dan tercatat di dalam peraturan itu sendiri.
Hukum yang kita bicarakan ini. Terbagi atas tiga :
1. Hukum Syara’ (Syari’at / Fiqih) :
Perintah dan larangan Allah SWT.
2. Hukum ‘Adi (Adat) :
Yang berkaitan dengan kebiasaan Manusia.
3. Hukum ‘Akal :
Yang berkaitan dengan Akal cemerlang Manusia.
1. HUKUM SYARA’
Hukum di dalam Islam bidangnya lebih lengkap dan luas. Kelengkapan ini timbul oleh karena Agama Islam tidak dirakit oleh Manusia. Dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan Manusia. Sehingga tidak ada suatu aspek kehidupan Manusia yang tidak diatur oleh Islam.
Renungkanlah ………
Hukum Syara’. Ialah hukum-hukum Agama Islam yang merupakan Perintah dan Larangan Allah SWT. dan setiap orang Islam yang mukallaf, yakni yang sudah diberati hukum Syara’ yakni sudah Akil baligh dan ber’akal sehat. Maka wajib baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.
Hukum yang kita bicarakan ini. Terbagi atas tiga :
1. Hukum Syara’ (Syari’at / Fiqih) :
Perintah dan larangan Allah SWT.
2. Hukum ‘Adi (Adat) :
Yang berkaitan dengan kebiasaan Manusia.
3. Hukum ‘Akal :
Yang berkaitan dengan Akal cemerlang Manusia.
1. HUKUM SYARA’
Hukum di dalam Islam bidangnya lebih lengkap dan luas. Kelengkapan ini timbul oleh karena Agama Islam tidak dirakit oleh Manusia. Dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan Manusia. Sehingga tidak ada suatu aspek kehidupan Manusia yang tidak diatur oleh Islam.
Renungkanlah ………
Hukum Syara’. Ialah hukum-hukum Agama Islam yang merupakan Perintah dan Larangan Allah SWT. dan setiap orang Islam yang mukallaf, yakni yang sudah diberati hukum Syara’ yakni sudah Akil baligh dan ber’akal sehat. Maka wajib baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.
HUKUM TERSEBUT TERBAGI KEPADA DUA BAGIAN :
1. Khitabut - Takhlif.
2. Khitabu - Wadh’i.
a) Khitabut-Takhlif. Artinya adalah : Suatu Hukum yang bergantung kepada sebab dan syarat atau Ma ’ani (Cegahan). Misalnya diwajibkan bagi orang Muslim untuk melakukan Sholat Lima Waktu sehari semalam. Disebabkan ia sudah Baligh dan ber'akal sehat. Serta telah masuk Waktu Sholat. Nah … “Waktu” adalah merupakan salah satu syarat dan sebab. Bagi orang Islam wajib melaksanakan Sholat.
Namun … Tidak wajib melaksanakan Sholat bagi Anak-anak kecil yang belum baligh. Dan tidak wa jib bagi Wanita Muslim untuk melaksanakan Sholat, jika ia sedang Mentruasi atau Haidh dan Nifas atau Bersalin. Inilah yang dinamakan "Ma’ani" (mencegah) orang melaksanakan sesuatu, walaupun itu dipandang baik. Namun kurang Rukun dan Syaratnya menurut Syara’. Maka tidak harus dilaksanakan.
b) Khitabut-Wadh’i. Artinya adalah : suatu Hukum Allah yang diletakkan dan ditentukan kepada tiap-tiap Makhluq. Misalnya, ‘Ilmu Allah menetapkan bahwa ikan itu wajib hidupnya adalah di dalam Air. Dan Manusia wajib hidupnya di Daratan.
Dan misalnya kaum Ibu ditetapkan Allah, tempatnya kehamilan dan melahirkan. Demikianlah Allah menetapkan dan menentukan pada diri kaum Ibu sejak dari dahulu hingga sampai yang akan datang.
Demikian pula Allah jadikan dan menetapkan hukumnya pada tiap-tiap diri Manusia. Besar maupun kecil. Tua maupun muda. Laki-laki maupun Wanita. Ditetapkan Allah agar mereka merasa lapar dan haus. Sebab dengan rasa lapar dan haus itu, maka mereka pasti akan membutuhkan untuk makan dan minum.
Namun demikian. Ditetapkan Allah kepada para Malaikat. Allah jadikan mereka dan menetapkan suatu ketetapan bahwa Malaikat tidak pernah merasa lapar atau haus. Dengan sebab itu, maka Malaikat tidak membutuhkan makanan dan minuman.
Demikianlah seterusnya arti dan maksud yang dinamakan dengan “HUKUM” Khitabut-Wadh’i tersebut. Untuk selanjutnya dipersilahkan Tuan-tuan meluaskannya, sesuai dengan ‘ilmu yang ada. Dan sebaiknya kita cari orang yang berpengetahuan yang berkaitan dengan faham Hukum ini. Agar lebih mantap pengetahuan kita.
HUKUM SYAR’I TERBAGI TUJUH BAGIAN
1. Wajib / Fardhu
2. Sunnat
3. Haram
4. Makhruh
5. Mubah / Harus
6. Sah / Shohih
7. Batal / Bathil
Demikian pula Allah jadikan dan menetapkan hukumnya pada tiap-tiap diri Manusia. Besar maupun kecil. Tua maupun muda. Laki-laki maupun Wanita. Ditetapkan Allah agar mereka merasa lapar dan haus. Sebab dengan rasa lapar dan haus itu, maka mereka pasti akan membutuhkan untuk makan dan minum.
Namun demikian. Ditetapkan Allah kepada para Malaikat. Allah jadikan mereka dan menetapkan suatu ketetapan bahwa Malaikat tidak pernah merasa lapar atau haus. Dengan sebab itu, maka Malaikat tidak membutuhkan makanan dan minuman.
Demikianlah seterusnya arti dan maksud yang dinamakan dengan “HUKUM” Khitabut-Wadh’i tersebut. Untuk selanjutnya dipersilahkan Tuan-tuan meluaskannya, sesuai dengan ‘ilmu yang ada. Dan sebaiknya kita cari orang yang berpengetahuan yang berkaitan dengan faham Hukum ini. Agar lebih mantap pengetahuan kita.
HUKUM SYAR’I TERBAGI TUJUH BAGIAN
1. Wajib / Fardhu
2. Sunnat
3. Haram
4. Makhruh
5. Mubah / Harus
6. Sah / Shohih
7. Batal / Bathil
1. Wajib / Fardhu.
Adalah merupakan suatu hal yang mesti dilakukan atas diri tiap-tiap orang Muslim. Baik ia Laki-laki maupun Wanita. Wajib/Fardhu, ialah suatu Hukum, apabila dilaksanakan mendapat pahala (balasan baik). Dan jika ditinggalkan, maka mendapat ganjaran Siksa Neraka.
Wajib ada dua macam :
a) Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain
Yaitu Wajib dipelajari. Karena ia mengandung wajib yang berat, tiada keringanan. Terkecuali ‘uzur yang sangat, itupun wajib dengan isyarat, atau menggantinya pada hari yang lain, atau bayar Fidhyah. Yaitu pekerjaan wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mukallaf, yaitu : Sholat lima waktu sehari semalam. Puasa pada bulan Ramadhan. Membayar Zakat setelah sampai nisabnya. Dan melaksanakan Ibadah Hajji dan lain sebagainya.
b) Wajib Kifayah
Yaitu pekerjaan wajib dilaksanakan oleh setiap orang Muslim yang mukallaf, tetapi jika sudah ada satu diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka lepaslah kewajiban orang yang lain. Misalnya : Menyelenggarakan Jenazah atau mendirikan Rumah ibadah.
2. Sunnat.
Ialah, suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala. Dan jika ditinggalkan tidak mendapat Dosa. Tetapi lebih utama dilaksanakan. Karena bisa menambal sulam kekurangan Ibadah kita. Sunnat ini sering juga disebut Mandhub atau Mustahab.
Hukum Sunnat terbagi Empat bagian :
a) Sunnat Hai-at, atau Sunnat ‘Ain.
Yaitu, suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap Muslim, seperti Sholat Sunat Rawatib. (yang mendampingi Sholat Fardhu). Sholat Tahajjut, Sholat Tasbih, Sholat Fajar, Sholat Dhuha. Dan Sholat-sholat yang banyak lagi.
b) Sunnat Kifayah.
Yaitu, suatu pekerjaan yang dianjurkan, namun cukup dilaksanakan oleh seorang diantara satu kaum. Misalnya. Memberi salam. Dan urusan Jenazah. Menjawab orang yang bersin, dan lain-lain.
c) Sunnat Mu’aqad.
Yaitu suatu pekerjaan yang tetap dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. seperti Sholat Idul Fitri dan Sho lat Idul Adhha dan sebagainya.
d) Sunnat Ghoiru Mu’aqad.
Yaitu segala sunat yang tidak sering dikerjakan oleh Rasulullah Saw. misalnya Puasa pada Tanggal 9 Muharram, yang ingin dilaksanakan oleh Rasul. Namun sebelum sempat Beliau lakukan. Beliau keburu Wafat. Namun para Sahabat melanjutkannya. Berpuasa pada tanggal tersebut.
Keterangan :
Wahai Insan yang ‘Arif ! Bahwasanya di dalam Wajib terkandung Sunnat. Dan di dalam Sunnat terkandung Wajib.
Cobalah perhatikan dengan cermat, agar kita ber’ilmu dalam hal-hal yang kecil ini.
Yaitu pekerjaan wajib dilaksanakan oleh setiap orang Muslim yang mukallaf, tetapi jika sudah ada satu diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka lepaslah kewajiban orang yang lain. Misalnya : Menyelenggarakan Jenazah atau mendirikan Rumah ibadah.
2. Sunnat.
Ialah, suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala. Dan jika ditinggalkan tidak mendapat Dosa. Tetapi lebih utama dilaksanakan. Karena bisa menambal sulam kekurangan Ibadah kita. Sunnat ini sering juga disebut Mandhub atau Mustahab.
Hukum Sunnat terbagi Empat bagian :
a) Sunnat Hai-at, atau Sunnat ‘Ain.
Yaitu, suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap Muslim, seperti Sholat Sunat Rawatib. (yang mendampingi Sholat Fardhu). Sholat Tahajjut, Sholat Tasbih, Sholat Fajar, Sholat Dhuha. Dan Sholat-sholat yang banyak lagi.
b) Sunnat Kifayah.
Yaitu, suatu pekerjaan yang dianjurkan, namun cukup dilaksanakan oleh seorang diantara satu kaum. Misalnya. Memberi salam. Dan urusan Jenazah. Menjawab orang yang bersin, dan lain-lain.
c) Sunnat Mu’aqad.
Yaitu suatu pekerjaan yang tetap dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. seperti Sholat Idul Fitri dan Sho lat Idul Adhha dan sebagainya.
d) Sunnat Ghoiru Mu’aqad.
Yaitu segala sunat yang tidak sering dikerjakan oleh Rasulullah Saw. misalnya Puasa pada Tanggal 9 Muharram, yang ingin dilaksanakan oleh Rasul. Namun sebelum sempat Beliau lakukan. Beliau keburu Wafat. Namun para Sahabat melanjutkannya. Berpuasa pada tanggal tersebut.
Keterangan :
Wahai Insan yang ‘Arif ! Bahwasanya di dalam Wajib terkandung Sunnat. Dan di dalam Sunnat terkandung Wajib.
Cobalah perhatikan dengan cermat, agar kita ber’ilmu dalam hal-hal yang kecil ini.
Umpamanya :
Sekiranya kita Berwudhuk. Pada siraman air, itu adalah wajib, sebab jika tak disiram kapan wudhuknya ? Nah … setelah disiram maka kita gosok untuk meratakan air ketempat anggota Wudhuk. Gosok dan meratakan ini adalah sunat. Di dalam Sunnat terkandung wajib, umpamanya : Sudah jelas seseorang melaksanakan Sholat Sunnat, tetapi jika ia meninggalkan Syarat dan Rukun Sholat. Maka sudah pasti Sholatnya akan menjadi tidak Sah. Karena Syarat dan Rukun Sholat itu adalah wajib dilaksanakan dimanapun seseorang melaksanakan Sholat.
Sekiranya kita Berwudhuk. Pada siraman air, itu adalah wajib, sebab jika tak disiram kapan wudhuknya ? Nah … setelah disiram maka kita gosok untuk meratakan air ketempat anggota Wudhuk. Gosok dan meratakan ini adalah sunat. Di dalam Sunnat terkandung wajib, umpamanya : Sudah jelas seseorang melaksanakan Sholat Sunnat, tetapi jika ia meninggalkan Syarat dan Rukun Sholat. Maka sudah pasti Sholatnya akan menjadi tidak Sah. Karena Syarat dan Rukun Sholat itu adalah wajib dilaksanakan dimanapun seseorang melaksanakan Sholat.
Tidak perduli itu Sholat Sunnat atau Sholat Wajib. Seperti wajib Berwudhuk. Wajib menghadap Qiblat. Wajib Rukuk dan Sujud. Wajib Thomakninah. Wajib Salam. Demikian seterusnya.
3. Haram.
Ialah suatu Larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan balasannya adalah Surga. Dan jika dilakukan, maka mendapat ganjaran siksa di Neraka. Sebab setiap pelanggaran dari perbuatan yang dilarang itu, dinamakan perbuatan Ma’siat dan Dosa, antara lain seperti :
- Minum Arak atau yang memabukkan.
- Melacur / Berzina.
- Membunuh.
- Menyabung / Main Judi. / Berjudi.
- Membohong / Berdusta.
- Menipu. Mencuri atau Merampok
- Mengupat. Mencaci.
Dan semua Makanan dan Minuman yang bisa menghilangkan akal sehat karena mabok atau jadi teler. Dengan sanksi, jika seorang Muslim Mati, tetapi belum sempat bertaubat. Menurut Hukum Syara’ ia akan tersiksa oleh Dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
4. Makruh.
Ialah sesuatu yang dibenci didalam Agama Islam. Tetapi tidak berdosa siapa yang melaksanakannya. Namun diberi pahala jika ditinggalkan, seperti, memakan makanan yang membuat mulut berbau, umapamanya Bawang putih. Jengkol. Dan Petai, serta Merokok dan lain sebagainya.
5. Mubah/Harus.
Pada Syara’. Ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan, dan boleh ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa. Dan jika dikerjakan tidak berpahala, misalnya Minum Kopi. Minum Teh, atau yang tidak terlarang lainnya. Mubah ini dinamakan juga Halal / Jais.
Namun … Kadang-kadang yang harus itu, bisa menjadi Sunnat. Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan demi menguatkan tubuh agar lebih giat beribadah kepada Allah. Atau ketika kita berpakaian yang bagus, tetapi diniatkan untuk menambah bersihnya Hati dalam beribadah kepada Allah. Bukan untuk ria dan angkuh serta menunjukkan ketinggian hati dalam berpakaian, dan lain sebagainya.
6. S a h.
Artinya pada Syara’ ialah : Lengkap Rukun dan Syaratnya didalam melaksanakan setiap Fardhu, umpamanya Sholat. Puasa. Zakat. Haji. Termasuk mengambil Wudhu’. Dan lain sebagainya.
7. Batal.
Arti Batal pada Syara’ ialah : Rusak ‘amal perbuatan seseorang apabila kurang Syarat dan Rukun yang diwajibkan atas pelaksanaan tersebut. Wahai Insan ! Semua perbuatan pada Syara’ itu ada Syarat dan Rukunnya. Misalnya, apabila seseorang mau menikah, setelah di hadapan Tuan Qadhi tetapi masih ada kurang Syarat dan Rukun Nikah, maka Insya Allah acara pernikahan tersebut akan menjadi batal dengan sendirinya. Untuk itu semua. Datanglah wajibnya bagi kita untuk mengetahui ‘Ilmunya.
2. HUKUM ‘ADI. (HUKUM ADAT)
Hukum ‘Adi atau Hukum Adat. Ialah menetapkan sesuatu bagi sesuatu yang lain, atau menolak sesuatu karena sesuatu itu ada. Dengan berulang-ulang. Kita katakan berlawanan. Namun ia akan memberi bekas antara salah satu dengan yang lain.
ADAPUN HUKUM ADAT ITU TERBAGI DALAM EMPAT BAGIAN :
1. Pertautan / perhubungan “Ada dengan Ada”.
Misalnya “Ada-nya terasa kenyang” “berhubung dengan Ada-nya makanan dalam Perut tersebut”. Dan misalnya “Ada-nya rasa pusing di kepala”. Berhubung Ada-nya penyakit didalam kepala tersebut”. Dan seterusnya kembangkanlah.
2. Pertautan/perhubungan “Tiada dengan Tiada”.
Misalnya “ke-Tiadaan suatu hal berhubung dengan ke-Tiadaan suatu hal yang lain”, seperti : “Tidak ada rasa kenyang”. “Berhubung dengan Tidak ada makanan didalam perut” Dan seterusnya.
3. Pertautan/perhubungan antara “Tiada dengan Ada”.
Misalnya:
a) Tiada makan. Tetapi Ada terasa kenyang.
b) Tiada Mendung. Tetapi Ada turun Hujan.
c) Tiada dibakar. Tetapi Ada terlihat hangus.
4. Pertautan/perhubungan antara“Ada dengan Tiada”.
Misalnya :
a) Ada makan. Tetapi Tiada terasa kenyang.
b) Ada Mendung. Tetapi Tiada Hujan.
c) Ada dibakar. Tetapi Tiada hangus ?
Dan seterusnya kembangkanlah ………
Demikianlah seterusnya kita kembangluaskan sesuai dengan IQ masing-masing, untuk selanjutnya, menjadilah ia suatu ‘ilmu, serta bisa memudahkan untuk menelusuri ‘ilmu Tauhid. Sehingga menumbuhkan rasa Haqqul Yakin kepada Allah SWT.
Dan perlu kita perhatikan, karena seringnya kita lihat
Adat Api adalah Membakar.
Adat Air adalah Membasahi.
Adat Angin adalah Bertiup dingin.
Adat Bumi adalah Memberi tempat tumbuh segala tumbuhan.
b) Tiada Mendung. Tetapi Ada turun Hujan.
c) Tiada dibakar. Tetapi Ada terlihat hangus.
4. Pertautan/perhubungan antara“Ada dengan Tiada”.
Misalnya :
a) Ada makan. Tetapi Tiada terasa kenyang.
b) Ada Mendung. Tetapi Tiada Hujan.
c) Ada dibakar. Tetapi Tiada hangus ?
Dan seterusnya kembangkanlah ………
Demikianlah seterusnya kita kembangluaskan sesuai dengan IQ masing-masing, untuk selanjutnya, menjadilah ia suatu ‘ilmu, serta bisa memudahkan untuk menelusuri ‘ilmu Tauhid. Sehingga menumbuhkan rasa Haqqul Yakin kepada Allah SWT.
Dan perlu kita perhatikan, karena seringnya kita lihat
Adat Api adalah Membakar.
Adat Air adalah Membasahi.
Adat Angin adalah Bertiup dingin.
Adat Bumi adalah Memberi tempat tumbuh segala tumbuhan.
Namun nyata memberi bekas kepada makhluq. Lalu lihat pertumbuhan manusia terdiri dari
Saripati Tanah.
Saripati Air.
Saripati Api.
Saripati Angin.
Saripati Tanah.
Saripati Air.
Saripati Api.
Saripati Angin.
Dua sifat yang berlawanan, karena sifat Air berlawanan dengan sifat Api. Dan sifat Angin diatas. Namun sifat Bumi dibawah. Ke-empat unsur yang berlawanan. Namun Allah sanggup menyatukan mereka didalam satu wadah.
3. HUKUM ‘AQLI (HUKUM ‘AKAL)
Yang dimaksud dengan ‘Aqli ialah Hukum Akal. Sesungguhnya yang dinamakan Akal yang sempurna, ialah suatu cahaya yang gemilang dan terletak didalam Hati orang Mukmin.
Maka dengan Akal yang jernih itu. Orang Mukmin akan dapat mengetahui apa yang dinamakan ,‘Ilmu Dhoruri”. Yaitu suatu cabang ‘ilmu yang tidak memerlukan Dalil-dalil atau keterangan lagi. Dan disebabkan oleh Akal itu pula. Orang Mukmin akan dapat mengetahui ,,‘Ilmu Nazhori”. Yaitu suatu ‘Ilmu yang memerlukan Dalil maupun keterangan-keterangan yang akurat dan lengkap.
Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya sesuatu. Atau mentiadakan sesuatu. Karena tiadanya sesuatu itu.
Misalnya, Tidak mungkin Ada sebuah Rumah. Jika tidak ada Tukang pembuat Rumah tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena tidak mungkin Rumah itu bisa membentuk dirinya sendiri.
Demikian pula sehelai kain. Tidak mungkin akan bisa menjadi Baju dengan sendirinya. Jika tidak ada pemotong dan Tukang penjahit Baju tersebut. Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum. Dan Qiyaskanlah ia hingga selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya. Kemudian menjadi suata cabang ‘ilmu yang sangat penting bagi Masyarakat Dunia.
Hukum Akal terbagi tiga :
Wajib
Yaitu. Barang yang tidak dapat diterima oleh akal akan tidak Adanya. Misalnya Allah itu wajib
Ada-Nya. Atau misalnya seseorang yang hidup wajib ada Nyawanya. Sekiranya tidak bernyawa. Maka sudah pasti ia tidak akan hidup alias mati.
Ada-Nya. Atau misalnya seseorang yang hidup wajib ada Nyawanya. Sekiranya tidak bernyawa. Maka sudah pasti ia tidak akan hidup alias mati.
Mustahil
Yaitu. Barang yang tidak bisa diterima akal akan adanya. Misalnya “Mustahil Allah tidak ada”.
Atau misalnya : Seorang Anak yang melahirkan Ibunya. Bukankah ini Mustahil ???
Atau misalnya : Seorang Anak yang melahirkan Ibunya. Bukankah ini Mustahil ???
Jaiz
Yaitu. Barang yang harus (mungkin) saja ada atau tidak adanya. Misalnya : Ada Seorang Ibu melahirkan Anak kembar sebanyak 12 orang. Kejadian seperti ini. Boleh saja terjadi Boleh saja tidak.
Yang tertera diatas adalah contoh pengambilan pada Hukum Akal. Dan diharapkan kepada pembaca agar bisa mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga ia benar-benar bisa menjadi pelajaran yang mendalam demi kebaikan bagi Manusia.
Maka, manakala orang mengatakan : Wajib atas tiap tiap Mukallaf. Maksudnya adalah Wajib pada Hukum Syar’i, yaitu menurut Hukum Syara’.
Dan jika orang mengatakan : Wajib bagi Allah dan Rasul-Nya. Maka maksudnya adalah Wajib ‘Aqli, yaitu wajib pada Hukum Akal.
Dan jika orang mengatakan : Wajib bagi Makhluq. Maksudnya adalah wajib pada hukum ‘Adi atau Hukum Adat. Dan seterusnya…
0 comments:
Post a Comment