27 March 2008

24. Arti Mendirikan Sholat

Ada beberapa Pendapat atau Definisi tentang arti Mendirikan Sholat ini. Maka ada baiknya kita memperhatikan banyak faham, untuk menambah luasnya pengetahuan kita. Dan tidak terpaut hanya pada satu Faham saja. Pengetahuan kita hanya sedikit. Namun sering kita pertahankan pendirian yang ada pada kita. Eh … Kiranya tanpa disadari kita telah mendirikan benang basah menurut istilah zaman lama.

1. Kata Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya pada Bab yang menerangkan arti Mendirikan Sholat dengan mengemukakan pendapat-pendapat para Sahabat dan Tabi’in. (Tafsir Ibnu Katsir Juz I Hal 42) menerangkan, Berkata Ibnu ‘Abbas Ra :

إِ قَـامَــةُ الـصَّــلاَ ةُ : إِ قَـا مَــةُ فُــرُوْ ضِــهَا

“Mendirikan Sholat ialah melaksanakan segala Fardhu-Fardhunya” “(Rukun-Rukunnya)”

2. Diterangkan oleh Adh-Dhoha. Bahwasanya Ibnu ‘Abbas Ra. berkata :

إِ قَـامَـةُ الصَّــلاَ ةُ إِ تْـــمَامُ الـرُّ كُــوْعٍ وَ السُّـجُـوْ دِ
وَ الـتِّــلاَ وَ ةِ وَ الْخُـشُـوْ عِ وَ اْلإِ قْــبَالُ عَـلَــيْــهَا فِــيْــهَا

“Mendirikan Sholat ialah Menyempurnakan Ruku’, Sujud, Tilawah (bacaan), Khusu’. Dan menghadap Sholat dengan benar-benar sempurna”.

3.
Berkata Qatadah Ra :

إِقَـامَـةُ الصَّــلاَ ةُ الْـمُحَافِـظَـةُ عَـلَى مَـوَ اقِــيْــتِــهَاوَوَضُـوْءِ هَاوَ رُ كُــوْعِـهَا وَسُـجُـوْ دِ هَا

“Mendirikan Sholat ialah tetap memelihara Wudhu’nya. Memelihara Waktu-waktunya serta memelihara Ruku’ dan Sujudnya”.

Menurut pakarnya, jika ketiga-tiga definisi ini disatukan, maka menjadilah seperti sebuah Tiang yang tangguh dan kukuh, menjadi penyangga dalam mendirikan Sholat. Sebagaimana sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi :

أَلـصَّـــلاَ ةُ عِـمَادُ الـدِّ يْـنِ فَــمَـنْ أَ قَا مَــــهَا فَــقَـدْ أَ قَـا مَ الــــدِّ يْـنَ وَ مَنْ تَــرَ كَــــهَا فَــقَــدْ هَـدَ مَ الـدِّ يْـنَ

“Sholat adalah Tiang penyangga Agama. Barang siapa mendirikannya, maka sesungguhnya ia telah mendirikan Agama. Barang siapa yang meninggalkannya. Maka sesungguhnya ia telah merobohkan Agama (H.R. Al-Baihaqi)

Bahan untuk berfikir dalam masalah Sholat.
Dalam melaksanakan Sholat ini hendaknya kita bisa memelihara waktu-waktunya. Menyempurnakan Khusu’nya. Dan melaksanakan Sholat dengan sesempurna-sempurna mungkin. Sempurna Berdirinya, sempurna Takbirnya, sempurna Ruku’nya, sempurna I’tidalnya, sempurna Sujudnya, sempurna Duduk antara dua Sujudnya, sempurna Tasyahudnya, sempurna Kehadiran Hatinya, sempurna Taqwanya kepada Allah SWT, sempurna Tawadhuk dan Tawaruknya, sempurna Do’anya, dan segala Adabnya sempurna. Tegasnya tekankan ke dalam diri bahwa mendirikan Sholat ialah “Mewujudkan Ruh dan Hakiqat Sholat”. Dalam melaksanakannya, sehingga tercermin pada tingkah laku atau sopan santun orangnya di luar Sholat. Semoga mendapat Hikmah dan Rahasia Sholat. Selanjutnya bisa merasakan Ni’matnya Sholat tersebut.
Apabila salah satu dari yang tersebut di atas tidak kita peroleh dengan sebaik-baiknya. Bagaimana mungkin kita bisa merasakan dan memperoleh terjemahan maksud dari Sholat yang sebenarnya ? Mendirikan sesuatu, artinya ialah melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya atau dengan kata lain sesempurna-sempurna mungkin, menurut kadar ilmu yang ada pada kita. Dan setelah kita perbuat, maka besar kemungkinan nantinya kita juga yang akan memperoleh kebaikannya atau manfa’atnya, sehingga kita juga yang akan memperoleh kesan dari perbuatan yang baik tersebut. Ringkasnya arti mendirikan Sholat ialah melaksanakan Sholat dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurna mungkin.
Dengan demikian, semoga kita bisa mewujudkan Ruh dan Hakiqat Sholat ke dalam rupa zahirnya yang sempurna, serta mewujudkan bekas-bekas atau kesan-kesan Sholat tersebut setelah selesai melaksanakan Sholat. Kemudian terlihatlah segala Hikmah-hikmah Sholat tersebut di dalam kehidupannya sehari-hari. Seperti kukuh pendiriannya dalam menta’ati segala Perintah Allah dan Rasul-Nya dan teguh Imannya ketika menolak segala yang di haramkan Allah dan Rasul-Nya. Ia tetap Zikir kepada Allah.

فَــإِذَا قَـضَــيْــتُــمُ الصَّـلـو ةَ فَاذْكُــرُواالـلّــهَ قِــيَامًاوَ قُـعُـوْدً ا وَعَـلى جُـنُـوْ بِـكُـمْ

"Dan apabila kamu telah selesai Sholat, tetaplah selalu Mengingat Allah pada waktu Berdiri, Waktu Duduk, Waktu Berbaring”. (Q.S. An-Nisaa’ ayat : 103)

Lebih jauh sebaiknya kita perhatikan uraian para pakarnya :
1. Kata Al -‘Allamah As-Sayid Rasyid Ridho :
“Mendirikan Sholat” ialah melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, dengan cara yang paling sempurna, yaitu melaksanakan Sholat karena pengaruh rasa “Kebesaran dan Kemuliaan Allah” kemudian menunaikannya dengan khusus’ atau hadir hatinya kepada Allah.
(Dikutip dalam Kitab Tafsir Al-Manaar Juz I halaman 50)

2.
Kata Al - Ustadz ‘Abul ‘Aziz Al-Khuli :
“Yang dikehendaki dengan mendirikan Sholat” ialah melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, serta mengupayakan Khusu’ di dalam Sholatnya. Dan memikirkan segala makna-maknanya, dan tetap Mengingat Allah. Dan dengan sebenarnya Sholat itu dilaksanakan hanya karena Allah serta berserah diri hanya kepada Allah”.
(Kitab Al-Adabun Nabawi pada halaman 7)

3. Imam Ahmad Ibnu Hambal berkata :
Sesungguhnya kualitas ke-Islaman seseorang adalah tergantung pada kualitas Ibadah Sholatnya. Kecintaan seseorang kepada Islam juga tergantung pada kecintaaannya dalam melaksanakan Sholat. Oleh karena itu, kenalilah dirimu sendiri. Wahai hamba Allah ! Takutlah kamu jika kamu nanti menghadap Allah ‘Azza Wajalla tanpa membawa kualitas keislaman yang baik. Sebab kualitas keislaman dalam Hatimu ditentukan oleh kualitas Ibadah Sholatmu”.
(Kitab-As-Sholah wa Hukmu Taarikihaa Ibnul Qoyyim 171)

Allah memerintahkan kepada manusia untuk mendirikan Sholat. Bukan mengerjakan Sholat. Maka barangsiapa yang melaksanakan Sholat, walaupun cukup Syarat dan Rukunnya dan cukup pula kaifiat (kelakuan) yang telah ditentukan oleh Syari’at. Tetapi kosong dari makna Sholat itu sendiri, yakni tiada ber-Jiwa dan tiada Ruh yang serta pada Tubuh Sholat itu, maka orangnya akan rugi besar. Karena orang yang mengerjakan Sholat tersebut, Jiwa dan Perhatiannya tidak kepada Sholat itu.
Fikiran dan Perhatiannya melayang-layang menerawang jauh ke ujung dunia. Sementara tubuhnya Sholat. Namun fikiran dan perhatiannya singgah ke tempat kerja atau ke tempat ia berdagang. Bahkan lebih jauh lagi. Hanya orangnya yang tahu kemana perhatian dan fikirannya terbang. Mereka mengira Sholat itu hanya pelengkap hidupnya atau sekedar untuk bayar hutang, atau agar dipandang oleh manusia bahwasanya ia adalah orang ‘Alim yang Wara’.
Wahai insan !
Tidakkah kita perhatikan bahwa diri kita itu terdiri dari dua kategori, yaitu Ruhani dan Jasmani. Dan sekiranya Jasmaninya kelaparan ? Perut akan mulas, kepala ikut pening, ia akan sempoyongan hilang tenaga. Badan akan ikut merajuk dan mogok kerja. Apakah bisa Tubuh yang demikian ini dibawa kerja untuk mencari uang ? Walaupun itu untuk mereka.
Kemudian perhatikan pula Ruhani kita. Contoh yang di atas tersebut, sebetulnya sama dengan tuntutan Ruhani kita. Manakala Ruhani kelaparan, maka fikirannya akan stress. Hatinya akan gelisah resah tak karuan. Semua pekerjaannya akan serba salah. Walaupun orangnya hanya dapat merasakan kekurangan itu. Namun ia tidak mengerti dari mana datangnya keadaan yang demikian tersebut. Sebab ini adalah masalah Ruhani yang tidak kelihatan. Namun dapat dirasakan. Manusia tidak akan tahu, mana sebenarnya yang kurang dari hidupnya. Namun ia dapat merasakan siksaan di dalam batinnya. Dan dapat pula ia rasakan bahwa orang sekelilingnya tidak tahu. Konon pula akan turut merasakannya ???
Hanya ia sendiri yang merasakan keresahan. Kegersangan. Kehampaan dalam dirinya. Ta’rif kebanyakan para Ulama ialah “Melaksanakan Sholat itu ialah menyempurnakan Rukun Suci. Mencukupi Rukun dan Sunnatnya. Yang demikian itu baru hanya mengenal rupa Sholat yang Zahir. Namun belum mengenal Jiwanya. Karena Jiwa Sholat itu ialah menghadapkan Jiwa kita dengan khusu’ serta merasa betul-betul kita berhajat yang sangat kepada Allah SWT. Apabila Jiwa kita kosong dari Jiwa Sholat tersebut, maka sendi yang paling penting hanya berharga pada pandangan di sisi Manusia. Namun tidak berharga dalam pandangan Allah SWT.

0 comments: