Berlaku benar dalam beribadah menurut Al-Qusyairi adalah “Tiang ‘Amalan. Bahkan Sendi ber-ibadah”. Yang dimaksud dengan benar di sini, ialah melaksanakan Ibadah hanya karena Allah. Metodanya ialah Bersamaan Zahir dan Batin. Sabar zahir karena Allah dan sabar batin karena Allah. Orang yang benar dalam beribadah, ialah semua pelaksanaan ibadahnya hanya karena Allah. Bukan karena malu terhadap manusia atau malu terhadap mertua. Dan lain-lain.
Orang yang tidak memperdulikan hilangnya pandangan manusia terhadap dirinya. Dan ia lebih mementingkan kebersihan jiwanya, dengan cara melaksanakan Ibadah tidak suka memperlihatkan ikhtiar ibadahnya kepada manusia. Dan tidak benci kepada orang yang mencerca (mencaci) dan mengecam dirinya. Karena ia tidak sedikitpun menginginkan puji-pujian dari mulut manusia.
Jelasnya orang yang ber-Ibadah itu wajib benar-benar hanya karena Allah. Ia akan senantiasa terus menerus mengutamakan Ibadah. Inilah Haqikat Niat yang dimaksud Hadits :
Orang yang tidak memperdulikan hilangnya pandangan manusia terhadap dirinya. Dan ia lebih mementingkan kebersihan jiwanya, dengan cara melaksanakan Ibadah tidak suka memperlihatkan ikhtiar ibadahnya kepada manusia. Dan tidak benci kepada orang yang mencerca (mencaci) dan mengecam dirinya. Karena ia tidak sedikitpun menginginkan puji-pujian dari mulut manusia.
Jelasnya orang yang ber-Ibadah itu wajib benar-benar hanya karena Allah. Ia akan senantiasa terus menerus mengutamakan Ibadah. Inilah Haqikat Niat yang dimaksud Hadits :
إِ نَّــمَا اْلأَ عْــمَالُ بِـا نِّــيَاتِ وَ إ ِنَّــمَا لِكُــلِّ امْرِ ئٍ مَا نَــوى
“Sesungguhnya ‘amal-‘amal perbuatan tergantung dengan Niatnya. Dan bagi tiap orang (yang ber-Ibadah/Ber’amal) tergantung dengan apa yang diniatkannya”.
Tegasnya, menurut penggerak yang digerakkan seseorang dalam melaksanakan Ibadah atau dalam melaksanakan ‘Amalannya. Apakah segenap ‘Amalan atau Ibadahnya itu benar-benar karena Allah SWT atau hanya karena malu kepada masyarakat sekelilingnya. Yang demikian ini hanya orangnya yang tahu dengan segala pekerjaan Hatinya. Orang disebelahnya tidak akan tahu apa yang di-Niatkan Hati orang tersebut. Maka pulang terserah kepada orang yang ber’amal.
Ingatlah ! Bahwa Sholat adalah merupakan suatu bentuk ritual yang sangat agung. Di dalamnya terdapat rangkaian Ibadah yang mampu menjalin kontak langsung antara hamba kepada Kholiq-nya. Dalam salah satu rangkaian Ibadah, Sholat inilah seorang hamba bisa dalam posisi yang sangat dekat dengan yang Maha Pencipta. Ibadah Sholat memiliki kedudukan khusus dalam Syari’at Islam. Hal ini dapat diketahui dari awalnya. Sebab proses pengambilan Sholat, Allah langsung memanggil Rasul-Nya Muhammad lewat Isra’ dan Mi’raj untuk menerima langsung Perintah Sholat. Ketika serah terima Perintah Sholat terjadi di Forum yang sangat tinggi, hanya Allah dan Muhammad saja yang menghadiri farum khusus ini. Sehingga Malaikat Jibril As. harus undur diri dari Forum istimewa dan khusus tersebut. Menunjukkan keagungan ritual Sholat. Siapa saja yang melaksanakannya, ia wajib suci Hatinya dan bersih Tubuhnya dari hadats besar dan hadats kecil. Nanti di Akhirat Ibadah Sholat ini juga akan dipertanyakan terlebih dahulu, ketimbang ’Amal ‘amal yang lain. Jika Sholat seseorang dianggap baik, maka semua ’amal perbuatan yang lain akan dianggap baik oleh Allah Jalla Wa’azza. Maka semua ’amalan yang lain akan beres.
Kedudukan Khusyu' dalam Sholat.
Agar seseorang bisa melaksanakan Sholat dengan baik, maka ia harus mengetahui segala ’ilmunya. Karena ’Amal tanpa ’ilmu adalah batal (Niscaya tidak diterima Allah). Dan ’Ilmu tanpa ’Amal adalah sesat yang nyata.
Setelah mengerti bahwa Jiwa Sholat itu adalah Ikhlas dan Khusu’ serta mendirikan Sholat itu sebenarnya adalah untuk mewujudkan Jiwa Sholat tersebut dari Haqikat kepada rupa yang Zahir. Yaitu secara otomatis akan menjalar ke dalam darah dan daging orang yang Sholat, suatu adab yang baik kepada Allah maupun kepada manusia. Karena setara dengan selesainya melaksanakan Sholat maka Sopan dan Santun di dalam Sholat akan tercermin kepada perbuatan di luar Sholat.
Telah nyata kedudukan Khusu’ sesuai dengan ilmu yang ada pada kita, yaitu Khusu’ dan Ikhlas itu ibarat kedudukan Ruh atau Jiwa di dalam tubuh manusia. Tanpa mereka kita tidak akan dikatakan hidup. Tanpa mereka manusia akan jadi bangkai. Tanpa Ruhani dan Jiwa, manusia tidak akan bisa melihat dan mendengar. Tanpa Ruh dan Jiwa, manusia tidak akan bisa bergerak. Apa lagi mau berfikir ? Jatuh kata pasti, bahwa manusia yang tidak mempunyai Ruh dan Jiwa, Insya Allah tidak ada gunanya bagi manusia yang lain. Untuk itu, dalam menata pemahaman kita yang berkaitan dengan hal Ikhlas dan Khusu' ini, maka kita perlu merenungkan faham pendahulu-pendahulu kita. Dan kita perlu Ta’rif (pengertian) Khusu’ dan Ikhlas. Takut dan Hadir Hati yang menjadi Ruh Sholat, serta yang menjadi sebab yang paling pokok bagi diterimanya Sholat seseorang.
Setelah mengerti bahwa Jiwa Sholat itu adalah Ikhlas dan Khusu’ serta mendirikan Sholat itu sebenarnya adalah untuk mewujudkan Jiwa Sholat tersebut dari Haqikat kepada rupa yang Zahir. Yaitu secara otomatis akan menjalar ke dalam darah dan daging orang yang Sholat, suatu adab yang baik kepada Allah maupun kepada manusia. Karena setara dengan selesainya melaksanakan Sholat maka Sopan dan Santun di dalam Sholat akan tercermin kepada perbuatan di luar Sholat.
Telah nyata kedudukan Khusu’ sesuai dengan ilmu yang ada pada kita, yaitu Khusu’ dan Ikhlas itu ibarat kedudukan Ruh atau Jiwa di dalam tubuh manusia. Tanpa mereka kita tidak akan dikatakan hidup. Tanpa mereka manusia akan jadi bangkai. Tanpa Ruhani dan Jiwa, manusia tidak akan bisa melihat dan mendengar. Tanpa Ruh dan Jiwa, manusia tidak akan bisa bergerak. Apa lagi mau berfikir ? Jatuh kata pasti, bahwa manusia yang tidak mempunyai Ruh dan Jiwa, Insya Allah tidak ada gunanya bagi manusia yang lain. Untuk itu, dalam menata pemahaman kita yang berkaitan dengan hal Ikhlas dan Khusu' ini, maka kita perlu merenungkan faham pendahulu-pendahulu kita. Dan kita perlu Ta’rif (pengertian) Khusu’ dan Ikhlas. Takut dan Hadir Hati yang menjadi Ruh Sholat, serta yang menjadi sebab yang paling pokok bagi diterimanya Sholat seseorang.
Apa gerangan arti Khusyu' itu ?
1. Kata sebagian ‘Ulama :
“Khusu’ itu ialah memejamkan mata dan merendahkan diri hanya kepada Allah SWT.
2. Kata Ali bin Abi Thalib Ra :
"Khusu’ itu ialah tiada berpaling ke kanan atau ke kiri di dalam Sholat".
3. Kata Amru Ibnu Dinar Ra :
"Khusu’ itu ialah Tenang dan bagus kelakuannya dalam Sholat".
4. Kata Ibnu Sirrin Ra :
"Khusu’ itu ialah tiada mengangkat Pandangan dari tempat Sujud".
5. Kata Ibnu Jubair Ra :
"Khusu’ itu ialah tetap mengarahkan Fikiran kepada Sholat , sehingga tiada mengetahui orang sebelah kanan maupun kiri".
6. Kata Ibnu ‘Atho-illah :
"Khusu’ itu ialah tiada mempermain-mainkan tangan, tidak memegang badan tidak karuan dalam Sholat".
“Khusu’ itu ialah memejamkan mata dan merendahkan diri hanya kepada Allah SWT.
2. Kata Ali bin Abi Thalib Ra :
"Khusu’ itu ialah tiada berpaling ke kanan atau ke kiri di dalam Sholat".
3. Kata Amru Ibnu Dinar Ra :
"Khusu’ itu ialah Tenang dan bagus kelakuannya dalam Sholat".
4. Kata Ibnu Sirrin Ra :
"Khusu’ itu ialah tiada mengangkat Pandangan dari tempat Sujud".
5. Kata Ibnu Jubair Ra :
"Khusu’ itu ialah tetap mengarahkan Fikiran kepada Sholat , sehingga tiada mengetahui orang sebelah kanan maupun kiri".
6. Kata Ibnu ‘Atho-illah :
"Khusu’ itu ialah tiada mempermain-mainkan tangan, tidak memegang badan tidak karuan dalam Sholat".
Maka dengan mengumpulkan makna kata-kata orang-orang ‘Arif zaman dahulu sebagaimana yang tersebut di atas, maka kita mendapat faedah dan pengertian bahwa Khusu’ itu, ada yang mengatakan Tenang, ada yang mengatakan ’Amalan Hati. Ada yang mengatakan Jiwa harus merasa takut.
Menurut Ta’rif orang-orang ‘Arif. Bahwa Khusu’ ialah ‘Amalan Hati. Suatu keadaan (kelakuan) yang mempengaruhi Jiwa. Maka ia akan melahirkan bekasnya pada anggota Tubuh, seperti Tenang dan Menundukkan diri kepada Allah.
Nabi Saw. telah bersabda :
Nabi Saw. telah bersabda :
لَـوْخَـشَـعَ قَــلْـبُ هذَاالـرَّجُـلِ لَـخَـشَــعَـتْ جَـوَارِحُـــهُ
"Sekiranya Khusu’ Hati (Jiwa) orang ini. Tentu Khusu’ pula seluruh Anggota Badannya". (H.R Al-Hakim. At-Turmudzy dari Abu Hurairah Ra. dalam Kitab Jami’us-Shokhir)
Pendapat orang ‘Arif, "Tegasnya Khusu’ ialah" :
أَ لإِ خْـــبَـاتُ وَ تَــطَا مُنُ الْــقَـــلْـبِ وَ الْـجَــوَ ارِ حِ لـِلّـــهِ تَــعَــلىَ
"Tunduk dan Tawadhuk serta berketenangan Hati dan Anggota Tubuhnya kepada Allah SWT".
أَوَّ لُ شَيْ ءٍ يُـرْ فَــعُ مِنْ هذِ هِ اْلأُ مَّـةِ الْخُـشُـوْ عُ حَــتَّى لاَ يـُرَى فِـيْــهَا خَاشِـعٌ
"Yang pertama-tama diangkat dari Umat ini ialah khusu’. Sehingga tidak terlihat seorangpun yang khusu’. (H.R. Ahmad dan Ath-Thabrani)
لاَ يــَـزَ الُ الـلّــــهُ مَـــقْـــبُــــلاً عَــلَى الْــعَـــبْــدِ وَ هُـوَ فِى صَّــــلاَ تِــهِ مَالَــمْ يَــلْــتَـــفِــتْ فَــإِ ذَ ا الْــتَـــفَـــتَ اَعْــرَ ضَ عَـــنْـــهُ
"Allah Ta’ala tetap berhadapan dengan hamba-Nya yang sedang melaksanakan Sholat dan jika ia mengucapkan Salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya". (H.R. Mashohih As-Sunnah)
إِنَّ أوَّ لَ مَـا يـُحَـاسَـبُ بِــهِ الْـعَــبْـدُ يَــوْ مَ الْــقِــيَا مَـةِ مِنْ عَـمَـلِــهِ صَـــلاَ تَــهُ فَــإِنْ صَحَّـتَ فَــقَــدْ أَ فْــلَــحَ وَ أَ نَــجْــحَ وَ إِ نْ فَـسَــدَ تْ فَــقَــدْ خَابَ وَ خَــسِــرَ
“Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari Qiyamat dari ‘amal perbuatannya adalah tentang Sholatnya. Apabila Sholatnya baik, maka ia beruntung dan sukses. Namun apabila Sholatnya buruk, maka ia akan kecewa dan merugi”. (H.R. An-Nasaa’i. dan At-Tirmidzi)
0 comments:
Post a Comment