Dua Kalimah Syahadat itu adalah Ikrar kita selaku hamba Allah. Namun Kalimat itu sering kering “Tanpa Ruh. Tanpa Jiwa. Tanpa Semangat”. Padahal ia menghidupkan jiwa Agama bagi kita jika kita telusuri kebenarannya. Bukankah kita sendiri yang beri’tikad :
"Saya tidak minta bantuan kepada selain Allah. Hidupku, matiku semata-mata hanya untuk Allah. Minta rezeqi hanya kepada Allah". Penyerahan yang demikian anggun wajib kita resapkan ke dalam jiwa sehingga bisa membentuk pribadi yang baik. Kita perhatikan Dalil terbitnya I’tikad diatas, karena kita mengakui Firman Allah :
"Saya tidak minta bantuan kepada selain Allah. Hidupku, matiku semata-mata hanya untuk Allah. Minta rezeqi hanya kepada Allah". Penyerahan yang demikian anggun wajib kita resapkan ke dalam jiwa sehingga bisa membentuk pribadi yang baik. Kita perhatikan Dalil terbitnya I’tikad diatas, karena kita mengakui Firman Allah :
يـآ اَ يُّــهَـاالــنَّاسُ اِنْ كُـــنْــتُــمْ فِيْ رَ يـْبٍ مِّنَ الْــبَـعْثِ فَـإِنَّـاخَــلَــقْــنـكُـمْ مِّنْ تُــرَ ابٍ، ثُـمَّ مِّنْ نُــطْــفَــةٍ، ثُـمَّ مِنْ عَـلَــقَــةٍ، ثُـمَّ مِنْ مُّضْـغَـةٍ مُّخَــلَّــقَــةٍ وَّ غَــيْـرِ مُخَــلَّــقَــةٍ لِّـــنُّــبَــيِّـنَ لَـكُـمْ وَ نُــقِـرُّ فِى اْلأَرْحَـامِ مَا نَـشَـآ ءُ إِ لىَ اَجَــلٍ مُّسَــمًّى ، ثُــمَّ نُـخْـرِجُـكُـمْ طِــفْــلاً ، ثُـمَّ لِـتَــبْـلُــغُـوْآ اَشُـدَّ كُـمْ وَ مِـنْـكُـمْ مَّنْ يُّــتَــوَ فّى وَ مـِنْـكُـمْ مَّنْ يُّـرَ دُّ إِلىَ اَرْذَلِ الْـعُـمُـرِ لــِكَـــيْــلاً يَــعْــلَــمَ مِنْ بَـعْـدِعِـلْـمٍ شَــيْـأً وَ تَــرَى اْلأَرْضَ هَـامِـدَ ةً فَـإِذآ اَ نْــزَ لْـــنَـا عَـلَــيْــهَـاالْــمَآءَ اهْــتَــزَّ تْ وَرَ بـَتْ وَ اَ نْـــبَــتَـتْ مِنْ كُـلِّ زَوْ جٍ بَــهِــيْــجٍ
"Hai Manusia !!! Jika kamu masih dalam keraguan tentang berbangkit kembali. Maka (Fikirkanlah). Bahwa KAMI menciptakan kamu (dengan proses yang pada mulanya) :
dari Tanah,
kemudian dari Setetes Nuthfah,
kemudian dari Segumpal Darah yang membeku,
kemudian dari Segumpal Daging yang sempurna kejadiannya. Dan ada (pula) yang tidak sempurna, ini semua KAMI jelaskan kepadamu. (Betapa hebat nya Ciptaan KAMI),
kemudian (Daging yang segumpal itu) KAMI tetapkan dalam Rahim menurut Sunnah KAMI sampai batas waktu yang ditentukan,
kemudian KAMI keluarkan kamu(dari Rahim Ibumu) selaku Bayi,
kemudian kamu meningkat Dewasa,
kemudian ada di antara kamu yang diwafatkan (waktu masih kuat bertenaga). Dan ada pula Tua Bangka. Sehingga ia tidak ingat lagi apa-apa yang sampai. Dan (sebagai bukti berbangkit itu lagi) : Kamu dapat melihat Bumi itu Gersang. Kemudian apabila telah KAMI sirami dengan Air (hujan), maka Bumi itu akan hidup subur kembali, dan akan menumbuhkan beraneka ragam Tumbuh-tumbuhan yang Indah menawan hati” (Q.S. Al-Hajj : 5)
kemudian dari Segumpal Darah yang membeku,
kemudian dari Segumpal Daging yang sempurna kejadiannya. Dan ada (pula) yang tidak sempurna, ini semua KAMI jelaskan kepadamu. (Betapa hebat nya Ciptaan KAMI),
kemudian (Daging yang segumpal itu) KAMI tetapkan dalam Rahim menurut Sunnah KAMI sampai batas waktu yang ditentukan,
kemudian KAMI keluarkan kamu(dari Rahim Ibumu) selaku Bayi,
kemudian kamu meningkat Dewasa,
kemudian ada di antara kamu yang diwafatkan (waktu masih kuat bertenaga). Dan ada pula Tua Bangka. Sehingga ia tidak ingat lagi apa-apa yang sampai. Dan (sebagai bukti berbangkit itu lagi) : Kamu dapat melihat Bumi itu Gersang. Kemudian apabila telah KAMI sirami dengan Air (hujan), maka Bumi itu akan hidup subur kembali, dan akan menumbuhkan beraneka ragam Tumbuh-tumbuhan yang Indah menawan hati” (Q.S. Al-Hajj : 5)
ذ لـِكَ بِـأَ نَّ الـلّـــهَ هُـوَ الْـحَـقُّ وَ اَ نَّــه يـُحْي الْـمَوْ تى وَ اِ نَّـه عَـلى كُـلِّ شَيْ ءٍ قَــدِ يْــرٌ
"Demikian (Agungnya Kekuasaan Allah). Sesungguhnya DIA-lah yang ber-Haq (disembah). Dan DIA-lah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Dan DIA-lah Yang Maha Kuasa (berbuat) segala-galanya” (Q.S. Al-Hajj : 6)
Kita perhatikan dengan serius kalimat Al-Qur-aan :
وَ اِذْ اَخَـذَرَ بُّـكَ مِنْ بـَـنِى ادَ مَ مِنْ ظُــهُـوْرِهِمْ ذُ رِّ يــَّـتَــهُمْ وَ اَشْـهَـدَ هُمْ عَـلى اَ نْــفُسِـهِمْ، اَ لَسْتُ بِـرَ بِّـكُـمْ ؟ قَـالُـوْا بَـلى شَهِدْ نَـا اَنْ تَــقُـوْ لُـوْا يـَـوْ مَ الْــقِــيَامَــةِ اِنَّـاكُـــنَّاعَنْ هذَا غـفِـلِـيْـنَ
“Dan ingatlah (Hai Muhammad). Ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Anak Adam dari Sulbi mereka. Dan Allah mengambil Kesaksian dari diri mereka sendiri dengan Firman-Nya :”Bukankah AKU Tuhanmu ? “Mereka menjawab, ”Ya” Kami mempersaksikan”. Nah, Nanti dihari Qiyamat kamu tidak dapat lagi mengatakan, ”Sesungguhnya KAMI tidak memberi tahu kepada kamu” (Q.S. Al-A’raaf : 172)
Perkataan itu adalah sebenar-benar perkataan dari Allah SWT. Dan dijawab olah Anak Cucu Adam. Jawaban yang sesungguhnya yaitu : Allah telah mempersaksikan dengan diri mereka sendiri. Seraya Allah berfirman. "Bukankah AKU tuhan kamu ?" Jawab mereka : "Ya ! kami telah mempersaksikan".
Menurut Mahmud Yunus dalam Tafsir Qur-aan Karim : Ada sebagian para Ahli tafsir yang menyatakan "Bahwa Allah berkata demikian, bukanlah perkataan yang sebenarnya. Tetapi hanya sebagai perumpamaan dan kiasan saja. sebenarnya Allah mengadakan beberapa dalil atas ke-Tuhanan-Nya dan ke-ESAan-Nya. Sehingga dapat dipersaksikan oleh akal dan fikiran mereka sendiri. Maka seolah-olah Allah berkata kepada mereka : "Bukankah AKU Tuhan-mu ?" dan seolah-olah mereka menjawab : "Ya. Kami mempersaksikan dengan diri kami sendiri dan mengaku atas ke-ESA-an Engkau".
Allah mengadakan dalil-dalil yang diterima oleh akal yang sehat, ialah supaya mereka jangan mengatakan pada hari Qiyamat nanti, bahwa mereka tidak ingat atas dalil-dalil itu. Atau mereka akan mengatakan bahwa Bapak-bapak merekalah yang mempersekutukan Allah. Mereka hanya bertaqlid (mengikut saja). Demikian pendapat mereka-mereka yang tidak bisa menerima bahwa Allah berbicara langsung kepada hamba-Nya.
Kita hargai pendapat mereka. Tetapi menurut pandangan orang-orang Haqikat. "Bahwa itulah sebenar-benar perkataan. Melalui Kalimat "Laa Harfin. Walaa Sautin". "Tidak dengan Huruf. Dan tidak dengan Suara". Bukankah Nabi Musa As. dapat berkata-kata langsung dengan sesempurna perkataan ? Hal ini bisa kita lihat pada Surah Al-QosShosh ayat 30.
Allah mengadakan dalil-dalil yang diterima oleh akal yang sehat, ialah supaya mereka jangan mengatakan pada hari Qiyamat nanti, bahwa mereka tidak ingat atas dalil-dalil itu. Atau mereka akan mengatakan bahwa Bapak-bapak merekalah yang mempersekutukan Allah. Mereka hanya bertaqlid (mengikut saja). Demikian pendapat mereka-mereka yang tidak bisa menerima bahwa Allah berbicara langsung kepada hamba-Nya.
Kita hargai pendapat mereka. Tetapi menurut pandangan orang-orang Haqikat. "Bahwa itulah sebenar-benar perkataan. Melalui Kalimat "Laa Harfin. Walaa Sautin". "Tidak dengan Huruf. Dan tidak dengan Suara". Bukankah Nabi Musa As. dapat berkata-kata langsung dengan sesempurna perkataan ? Hal ini bisa kita lihat pada Surah Al-QosShosh ayat 30.
Jika Allah berkehendak pasti jadi. Sementara riwayat di atas masih merupakan Ruh dan berada di Alam Ruh. Maka lebih mudah bagi Makhluq untuk mendengarnya.
Namun semua pendapat pulang terserah kepada yang meyakininya. Yang penting, Anfus atau Jiwa seseorang tidak akan bisa lari untuk mengelak di Yaumil Mahsyar nanti. Karena pertemuan dengan Allah pada Alam Ruh telah jelas bagi mereka masing-masing. Dan mereka telah menyaksikan kebenaran itu dengan sebenar benar Penyaksian.
Tetapi manusia, memang mudah sekali lupa. Mudah lalai. Mudah ingkar janji. Termasuklah pertemuan mereka dengan Allah pada saat ia masih berada di Alam Ruh tersebut. Begitu manusia lahir ke Alam Dunia, semua Ikrar dan Janji hilang sirna dari pandangannya. Padahal Hati Sanubari manusia tidak bisa dibohongi. Dengan merasakan bahwa setiap individu manusia pasti merasakan adanya Tuhan. Walau sejahat apapun ia. Sehingga bagi mereka-mereka yang sesat, lebih memilih Berhala dijadikan Tuhannya ketimbang Allah SWT.
Para Rasul diutus Allah, untuk mengingatkan Ikrar dan Janji tersebut. Agar manusia memahami bahwa ia lahir ke dunia ini bukan menurut kehendak pribadinya, atau menurut kemauan orang tuanya. Tidak ! Semuanya akan berjalan menurut kehendak Allah. Sesuai dengan Sunnatullah. Manusia tumbuh dan berkembang, tidak bisa lari dari Sunnatullah tersebut. Allah mengadakan perjanjian itu, adalah demi kebaikan bagi manusia itu sendiri. Sesuai dengan penciptaan manusia, yaitu Wajib mengabdi hanya kepada Allah bukan kepada yang selain Allah. Namun manusia yang sering ingkar janji dan melalaikan perintah Allah.
Namun semua pendapat pulang terserah kepada yang meyakininya. Yang penting, Anfus atau Jiwa seseorang tidak akan bisa lari untuk mengelak di Yaumil Mahsyar nanti. Karena pertemuan dengan Allah pada Alam Ruh telah jelas bagi mereka masing-masing. Dan mereka telah menyaksikan kebenaran itu dengan sebenar benar Penyaksian.
Tetapi manusia, memang mudah sekali lupa. Mudah lalai. Mudah ingkar janji. Termasuklah pertemuan mereka dengan Allah pada saat ia masih berada di Alam Ruh tersebut. Begitu manusia lahir ke Alam Dunia, semua Ikrar dan Janji hilang sirna dari pandangannya. Padahal Hati Sanubari manusia tidak bisa dibohongi. Dengan merasakan bahwa setiap individu manusia pasti merasakan adanya Tuhan. Walau sejahat apapun ia. Sehingga bagi mereka-mereka yang sesat, lebih memilih Berhala dijadikan Tuhannya ketimbang Allah SWT.
Para Rasul diutus Allah, untuk mengingatkan Ikrar dan Janji tersebut. Agar manusia memahami bahwa ia lahir ke dunia ini bukan menurut kehendak pribadinya, atau menurut kemauan orang tuanya. Tidak ! Semuanya akan berjalan menurut kehendak Allah. Sesuai dengan Sunnatullah. Manusia tumbuh dan berkembang, tidak bisa lari dari Sunnatullah tersebut. Allah mengadakan perjanjian itu, adalah demi kebaikan bagi manusia itu sendiri. Sesuai dengan penciptaan manusia, yaitu Wajib mengabdi hanya kepada Allah bukan kepada yang selain Allah. Namun manusia yang sering ingkar janji dan melalaikan perintah Allah.
Perhatikanlah Firman Allah :
وَذَ كِّـرْ فَـاِنَّ الذِكْــرَى تَـــنْــفَــعُ الْـمُـؤْ مِـنِـيْـنَ . وَ مَـاخَـلَــقْـتُ الْـجِـنَّ وَ اْلإِ نْــسَ إِلاَّ لــِيَــعْـــبُـدُ وْ نَ
"Dan berilah peringatan ! Sesungguhnya peringatan itu bermanfa’at bagi orang orang yang beriman. Dan AKU jadikan Jin dan Manusia. Hanya untuk menyembah-KU ! ". (Q.S. Az-Zaariyaat : 56)
Belajar di waktu kecil...Bagai mengukir di atas batu
Belajar setelah dewasa...Bagai mengukir di atas air
Betapa sepi duduk tanpa kata
Betapa sunyi kata tanpa makna
Betapa konyol kata tanpa faedah
Betapa tajam kata tanpa Hati Nurani
Renungkanlah … … … kata-kata Mutiara di atas.
0 comments:
Post a Comment