Versi Imam Al-Ghozaly
1. Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlaq yang hina dan sifat yang tercela.
Karena ilmu adalah ibadahnya hati, sholatnya sirr, yakni pendekatan batin kepada Allah Jalla Wa’azza. Sebagai mana Sholat yang menjadi tugas anggota badan yang lahir itu tidak sah, kecuali dengan bersuci dari hadats besar dan kecil. Dan segala kotoran, maka demikian pula menunaikan ibadah hati dengan ilmu, tidak sah kecuali dibarengi dengan penyucian akhlaq yang kotor, dan sifat-sifat yang najis. Kita perhatikan Hadits Nabi Saw :
1. Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlaq yang hina dan sifat yang tercela.
Karena ilmu adalah ibadahnya hati, sholatnya sirr, yakni pendekatan batin kepada Allah Jalla Wa’azza. Sebagai mana Sholat yang menjadi tugas anggota badan yang lahir itu tidak sah, kecuali dengan bersuci dari hadats besar dan kecil. Dan segala kotoran, maka demikian pula menunaikan ibadah hati dengan ilmu, tidak sah kecuali dibarengi dengan penyucian akhlaq yang kotor, dan sifat-sifat yang najis. Kita perhatikan Hadits Nabi Saw :
بـُـنِـيَّ الَّـدِّ يْـنَ عَــلَى الـنَّــظَا فَــةِ
"Agama itu dibina atas kebersihan".
Sebagai peringatan bagi akal. Bahwa Suci dan Najis itu, tidak terbatas hanya pada lahir saja. Bahkan orang orang musyrik kadangkala kita lihat sangat bersih badan dan pakaiannya. Namun Najis Jauharnya (batin) nya dilumuri oleh segala kotoran dan najis.
2. Menghindarkan hubungannya dengan kesibukan dunia.
Betapapun fikiran manusia itu mudah terbagi-bagi, dan fikiran-fikiran itu terbatas dari mengetahui hal-hal Haqikat. Oleh karena itu, fikiran yang terbagi atas beberapa urusan yang berbeda-beda, adalah seperti sungai yang mengalir ke hilir. Sebagian akan dihisap tanah dan yang sebagiannya akan dihirup udara lalu menguap ke angkasa. Maka tiada bekas yang tinggal atas sungai itu sendiri. Demikianlah perasaan yang ada pada diri manusia. Sering belajar, tetapi tiada membekas di dalam hati atau dalam fikirannya. Karena fikirannya terpecah belah oleh situasi dan kondisi urusan duniawi.
3. Tidak sombong setelah ber’ilmu.
Karena ilmu itu tempatnya di dalam jiwa, tidak untuk menentang Guru. Sudah sewajarnya ia merendahkan diri kepada Gurunya, demikian ini diperbuat hanya untuk mencari Keridhoan Allah. Hormatilah Guru dengan wajar, bukan mengkultur Guru. Agar tidak salah memahami Hadits Rasulullah :
3. Tidak sombong setelah ber’ilmu.
Karena ilmu itu tempatnya di dalam jiwa, tidak untuk menentang Guru. Sudah sewajarnya ia merendahkan diri kepada Gurunya, demikian ini diperbuat hanya untuk mencari Keridhoan Allah. Hormatilah Guru dengan wajar, bukan mengkultur Guru. Agar tidak salah memahami Hadits Rasulullah :
لَــيْـسَ مِنْ أَخْـلاَ قِ الْـمُـؤْ مِنِ الـتَّــمَــلُّــقُ إِلاَّ فِى طَـلِبِ الْـعِـلْـمِ
"Bukan dari akhlaq Mukmin itu merendahkan diri. Kecuali dalam mencari ilmu".
(H.R. Ibnu ‘Adi Hadits dari Mu’az dan Abu Umamah dengan sanad yang lemah)
Maka tidak layak bagi penuntut ilmu menyombongkan diri terhadap Guru. Termasuk kesombongan itu adalah ia enggan melaksanakan apa yang disampaikan oleh Guru, yang harus di’amalkan. Pengertian orang yang ber’akal ialah, ia gunakan pendengarannya untuk memusatkan perhatian dalam menerima setiap yang disampaikan kepadanya dengan perhatian yang baik. Dan dibarengi perasaan gembira serta mengucapkan AlHamdulillah. Sekaligus ia berdo’a : "Semoga Allah menambahi ilmu yang baik dan diridhoi-Nya".
لاَ تَــعَـلَّـمُوْاالْـعِلْمَ لـِـتُـــبَاهُـوَ ابِـــهِ الْــعِـلْــمَآءُ، وَ لاَ لـِـتُــمَارُوْا بِــــهِ الْــتَــفَــهَاءُ،وَ لاَ تَــجْــتَــرِ ئُــوْا بِــهِ فِى الْـمَجَالـِـسِ أَوْ لـِـتَـصْـرِفُـوْا وُجُـوْ هُ الـــنَّاسِ إِ لَــيْـكُـمْ ، فَـمَـنْ فَــعَــلَ ذ لـِكَ فَالــنَّـارُ- فَالــنَّارَ
“Janganlah kamu menuntut ilmu itu untuk dibanggakan terhadap para Ulama. Dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang dungu dan buruk perangainya serta jangan pula menuntut ilmu hanya untuk penampilan dalam majelis (pertemuan rapat), atau untuk menarik perhatian(simpati) orang orang kepadamu. Barang siapa berbuat seperti itu. Maka baginya Neraka !!! Neraka !!! Neraka !!!” (H.R. At-Turmudzy dan Ibnu Majah)
Ingatlah ! Guru itu sendiri tidak ingin masuk ke Neraka Jahannam. Maka betapa dan bagaimanapun Guru memberikan petunjuk, walau dengan jalan apa pun dalam metoda belajar dan mengajar, hendaklah diperhatikan. Janganlah ia mengabaikan petunjuk Guru, walaupun petunjuk itu dalam pendapat akalnya salah. Mungkin itu akan bermanfa’at baginya, dari pada santri yang menganggap dirinya lebih benar dan lebih pintar dari gurunya. Karena pengalaman itu akan bisa menunjukkan hal-hal yang mendetail, yang kedengarannya sangat asing dan aneh. Demikianlah yang selalu terjadi kepada manusia yang sering salah sangka terhadap Gurunya. Mari kita singkap cerita..
Allah SWT memperingatkan lewat kisah Nabi Khaidir As. dengan Nabi Musa As. Suatu saat Musa bertanya kepada Allah : ”Adakah orang yang lebih bijak dari aku Ya Allah ?” maka Allah berfirman kepada Musa : ”Hai Musa ! Engkau harus menemui hamba Allah yang bernama Khaidir”.
"Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada Yusa’ (temannya), “Aku tidak akan berhenti berjalan sehing a aku sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun lamanya”. (Q.S. Al-Kahfi : 60)
“Tatkala mereka sampai ketempat pertemuan dua buah laut itu. Mereka lupa kepada ikannya/lauk untuk makan lalu ikan itu melompat ke dalam laut dan berenang dengan bebas”. (Q.S. Al-Kahfi : 61)
“Setelah keduanya jauh berjalan, maka Musa berkata kepada temannya, “Ambilkan makanan, rasanya sudah letih dalam perjalanan” (Q.S. Al-Kahfi :62)
“Pengikutnya berkata : ”Apakah kamu ingat waktu kita berlindung di batu karang yang kita lewati tadi ? Aku lupa (mengatakannya) karena tiba-tiba ikan itu (hidup kembali dan menggelepar-gelepar) lalu terjun ke dalam laut, sangat aneh sekali. Tidak lain setanlah yang melupakan untuk menceritakan kepadamu”
“Musa menjawab : “Itulah tempat yang kita cari”. Kemudian mereka kembali menelusuri jejak mereka semula”. (Q.S. Al-Kahfi : 63 - 64)
“Kemudian mereka bertemu dengan seorang hamba KAMI, yang kepadanya telah KAMI berikan Rahmat (Ke-Nabian) dan KAMI ajarkan beberapa pengetahuan (yang gaib-gaib)”. (Menurut Ahli-ahli Tafsir, hamba Allah itu Khaidir namanya) (QS. Al-Kahfi : 65)
“Musa berkata kepadanya (Khaidir) “Bolehkah saya mengikuti Tuan agar Tuan mengajarkan kepada saya ilmu yang telah diajarkan (Tuhan) kepada engkau ?”.
“Dia (Khaidir) menjawab :”Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup Sabar dan Tabah jika bersamaku”. “Sebab, bagaimana mungkin kamu akan bisa sabar (diam saja), tentang sesuatu hal yang engkau sendiri belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang itu ?” (Q.S. Al-Kahfi : 67-68)
“Musa menjawab : “Insya Allah. Saya akan membuktikan bahwa aku adalah seorang yang sabar ! Dan saya tidak akan membantah perintahmu” “Dia (Khaidir) berkata : “Baiklah ! Jika engkau mengikutiku, maka jangan engkau menanyakan apapun (yang terjadi) sebelum saya menerangkannya kepadamu”. (QS- Al-Kahfi : 69 - 70)
“Lalu keduanya berjalan. Tatkala mereka menumpang sebuah perahu. Khaidir melobangi perahu tersebut dan Musa berkata : ”Kenapa kamu melobangi perahu ini ? Bukankah bisa menenggelamkan perahu dan penumpangnya ? Sesungguhnya engkau telah membuat kesalahan besar”. “Khaidir berkata : ”Bukankah telah aku katakan bahwa kamu tidak akan bisa sabar jika bersamaku ?”. “Musa menjawab, ”Janganlah engkau hukum aku, karena kelupaanku. Dan janganlah engkau mempersulit urusanku”. “Maka mereka melanjutkan perjalanan Tatkala mereka bertemu dengan seorang pemuda, tiba-tiba Khaidir membunuhnya. Musa berkata : ”Kenapa kamu bunuh jiwa yang tidak bersalah ? Sesungguhnya engkau telah melakukan kesalahan besar”. (Q.S. Al-Kahfi : 72-74)
“Musa menjawab : “Insya Allah. Saya akan membuktikan bahwa aku adalah seorang yang sabar ! Dan saya tidak akan membantah perintahmu” “Dia (Khaidir) berkata : “Baiklah ! Jika engkau mengikutiku, maka jangan engkau menanyakan apapun (yang terjadi) sebelum saya menerangkannya kepadamu”. (QS- Al-Kahfi : 69 - 70)
“Lalu keduanya berjalan. Tatkala mereka menumpang sebuah perahu. Khaidir melobangi perahu tersebut dan Musa berkata : ”Kenapa kamu melobangi perahu ini ? Bukankah bisa menenggelamkan perahu dan penumpangnya ? Sesungguhnya engkau telah membuat kesalahan besar”. “Khaidir berkata : ”Bukankah telah aku katakan bahwa kamu tidak akan bisa sabar jika bersamaku ?”. “Musa menjawab, ”Janganlah engkau hukum aku, karena kelupaanku. Dan janganlah engkau mempersulit urusanku”. “Maka mereka melanjutkan perjalanan Tatkala mereka bertemu dengan seorang pemuda, tiba-tiba Khaidir membunuhnya. Musa berkata : ”Kenapa kamu bunuh jiwa yang tidak bersalah ? Sesungguhnya engkau telah melakukan kesalahan besar”. (Q.S. Al-Kahfi : 72-74)
“Khaidir berkata : ”Bukankah sudah aku katakan bahwa engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku", Musa menjawab : ”Sekiranya aku bertanya lagi kepada engkau tentang sesuatu hal sesudah ini, maka janganlah engkau biarkan aku menemanimu. Sungguh engkau sudah cukup banyak memberi ma’af kepadaku”. “Mereka terus berjalan. Dan akhirnya sampailah mereka ke suatu negeri. Lalu mereka meminta minum dan makanan (barang sesuap). Tetapi penduduk negeri itu tidak mau memberi makanannya. Kemudian mereka dapati di sana sebuah rumah yang hampir runtuh. Tetapi langsung saja Khaidir memperbaikinya. Musa berkata : ”Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat menerima upahnya”. “Khaidir menjawab :”Inilah saat perpisahan aku denganmu. Aku akan menceritakan kepadamu semua yang engkau tidak sabar (melihatnya)”.
1. "Adapun Perahu itu, adalah kepunyaan beberapa orang nelayan miskin. Aku merusaknya hanya bermaksud untuk menyelamatkan mereka dari Raja zalim yang akan merampas setiap perahu (yang baik, dan jika perahu itu sudah kelihatan rusak, tentu raja tidak mau merampasnya)”.
2. "Adapun anak muda itu, adalah anak dari dua orang yang kuat Imannya. Kami khawatir bahwa anak itu akan memaksa Ibu-Bapaknya menjadi Durhaka dan Kafir”. “Dan kami ingin semoga Tuhan mengaruniakan kepada mereka seorang Anak yang lebih suci (bersih dari syiriq). Dan lebih mendalam kasih sayangnya (kepada kedua Ibu-Bapaknya)”.
1. "Adapun Perahu itu, adalah kepunyaan beberapa orang nelayan miskin. Aku merusaknya hanya bermaksud untuk menyelamatkan mereka dari Raja zalim yang akan merampas setiap perahu (yang baik, dan jika perahu itu sudah kelihatan rusak, tentu raja tidak mau merampasnya)”.
2. "Adapun anak muda itu, adalah anak dari dua orang yang kuat Imannya. Kami khawatir bahwa anak itu akan memaksa Ibu-Bapaknya menjadi Durhaka dan Kafir”. “Dan kami ingin semoga Tuhan mengaruniakan kepada mereka seorang Anak yang lebih suci (bersih dari syiriq). Dan lebih mendalam kasih sayangnya (kepada kedua Ibu-Bapaknya)”.
3. "Dan tentang dinding itu, adalah milik dua orang anak yatim piatu di negeri itu. Dan di bawah rumah itu ada harta benda simpanan bagi mereka, sementara Bapaknya adalah orang yang Shaleh. Dan Tuhan-mu bermasud agar kedua anak yatim piatu itu sampai umur dewasa, baru mengeluarkan simpanan itu. Sebagai karunia dari Tuhan-mu.
Dan sekali-kali bukanlah aku melakukan hal- hal itu, menurut kemauanku sendiri. Demikianlah pengertian kejadian-kejadian yang engkau tidak sabar melihatnya”. (Q.S. Al-Kahfi : 75 - 82)
Semoga kita bisa mengambil faedah serta pelajaran, dari kisah di atas, agar jangan mudah jenuh dalam belajar, masih banyak yang belum kita ketahui. Bahkan kekurangan kita itu, bisa-bisa saja menenggelamkan kita ke dalam neraka jahannam. Perhitungkanlah diri kita dengan kesadaran yang benar.
4. Orang yang baru menerjunkan diri ke kancah ilmu, agar menjaga diri dari pendapat manusia yang berbeda-beda.
Karena hal itu bisa membingung kan fikirannya. “Jangan biarkan orang yang buta menuntun orang yang tidak melihat. Bisa kucar kacir hasilnya”.
5. Orang-orang yang menuntut ilmu, tidak baik meninggalkan suatu cabang ilmu yang baik, atau salah satu jenis ilmu.
Ia harus mempertimbang kannya secara matang terlebih dahulu tujuan dan maksudnya. Karena semua ilmu mempunyai tingkatan-tingkatan sendiri. Sekiranya ia salah dalam menempatkan ilmunya. Maka sudah tentu akibatnya ialah neraka jahannam.
6. Menuntut ilmu sesuai dengan tata tertibnya.
Pelajarilah yang paling mudah dahulu, baru berangsur-angsur kepada yang payah.
7. Tuntutlah ilmu dengan sabar.
Karena dari satu jenjang ke jenjang yang lain memerlukan kesabaran dan ketabahan yang sangat.
8. Ilmu harus dengan Dalil yang kuat (Al-Qur-aan dan Hadits Nabi Saw.)
9. Tujuan murid adalah memperindah Batinnya untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itulah ilmu yang paling mulia di sisi Allah. Dalam hal ini bukan melecehkan ilmu-ilmu yang lain.
10. Ilmu bukanlah beban.
Ini wajib disadari oleh para penuntut ilmu. Sehingga para santri segan kepada Guru, lalu mereka akan menyanjung-nyanjung guru setinggi langit. Padahal sebenarnya mereka adalah penjilat-penjilat yang akan merusak diri mereka sendiri. Di muka Guru mereka berpura-pura bermanis-manis muka. Namun manakala di belakang Guru, mereka akan berbuat seenak perutnya. Maka Guru hanya bisa menelan kekecewaan yang panjang, dan merasakan siksaan Batin.
Kita melihat berdasarkan pengalaman. Dalam masyarakat kita masih terdapat salah langkah dalam menghormati para Guru. Demikian menggebu-gebunya para santri menghormati Guru, sehingga tidak jarang terjadi pengkultusan kepada Guru. Perbuatan demikian ini dampaknya akan mengurangi kultus kita kepada Allah. Ingatlah !!! Bahwa Guru itu adalah seorang manusia, ia makan dan minum serta beristri, lalu sakit kemudian mati. Dan masuk Lobang Kubur … … …
Seorang Guru masih bisa salah langkah. Masih bisa salah kata-kata dan salah kalimat dalam tulisan. Masih bisa salah dalam tatanan sopan santun dan etika dalam pergaulan sehari-hari. Masih bisa kurang cermat dalam penelitian. Tidak dan belum sanggup sempurna. Itulah manusia dengan segala fitrahnya !!! Karena dalam diri manusia itu telah tertanam empat sifat berlawanan, yaitu
Sifat Api : Panas
Namun sifat Air : Dingin
Sifat Angin : Di atas
Namun sifat Tanah : Di bawah
Sifat Tulang pembawaannya : Keras
Namun sifat Sum-sum : Lembut
Sifat Darah : Cair mengalir
Namun sifat Daging : Kenyal/Pejal
Sifat Fikiran dalam Otak : Marah-marah.
Sifat Akal dalam Qolbi : Sangat Penyabar
Sifat Badan/Raga : Kotor dan Jorok.
Namun Sifat Jiwa : Bersih dan suci.
Kami persilakan Tuan-tuan untuk mengembangkannya, agar mendapat ilmu dan hikmahnya. Kita sangat yakin, sudah sewajarnya para santri menghormati Gurunya. Dipersilakan. Tidak dilarang menghormati Guru sepanjang tidak melewati batas. Sehingga terjadi pengkulturan terhadapnya. Salah langkah bagi manusia itu, setiap saat mudah saja terjadi. Sebab jika Guru kurang ’arif menerima sanjungan anak didiknya. Bisa saja tumbuh dalam dirinya sifat tinggi sebenang. Yang pada akhirnya akan terampas sifat "Jalal" (Perkasa) Allah dan kalau sudah begini, maka Insya Allah akan memudahkan Guru berjalan menuju ke neraka jahannam. Kemudian langkahnya diikuti pula oleh para santrinya yang konyol..
Tanpa disadari terjadi sesat dan menyesatkan. Kita harapkan, kurangilah mengkultur & menyanjung Guru. Barjalanlah dengan sewajarnya saja sehingga tidak turun la’nat Allah Jalla Wa’azza.
Dalam menghormati Guru sangat dianjurkan. Bukan dilarang, itu sudah kewajiban para santri kepada Guru. Tetapi bukan teori ambil muka. Di hadapan Gurunya ia berjalan dengan sopan dan santun, seakan-akan dialah Kiyai yang sangat Wara’. Tetapi jika di belakang Gurunya, sopan santunnya hilang. Gerak dan gaya ‘arifnya lintang pukang. Seakan-akan ia adalah anak murid iblis serta setan-setannya. Waspada terhadap kerja Iblis La’ natullah.
Ingatlah riwayat “Barsisa” seorang ‘Abid (Hamba yang Ta’at Ibadah). Tetapi turun Panglima Iblis menyamar sebagai manusia. Kemudian menggoda si Barsisa. Dalam menggelincirkan Barsisa Panglima Setan membuat ulah. Kalau Barsisa bisa Tawajjuh dan I’tikaf selama Dua puluh hari dua puluh malam, maka si Panglima Setan ber’amal selama empat puluh hari empat puluh malam. Sehingga Barsisa tercenung mengenangnya. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa tidak makan tidak minum selama Empat puluh hari empat puluh malam ? Akhirnya barsisa menjadi murid Panglima Setan. Karena ingin Beribadah demikian baik.
Tetapi setelah berguru kepada orang yang ia sendiri tidak tahu dari mana datangnya. Akhirnya barsisa tergelincir dengan meminum arak. Lalu memperkosa anak gadis Raja lalu membunuhnya. Sehingga Raja menghukum Barsisa dengan menyalibnya di pohon kayu sehingga Barsisa mati dalam keadaan Musyrik. Karena mengakui Gurunya jadi Tuhan-nya. Renungkanlah …………………
Dalam menghormati Guru sangat dianjurkan. Bukan dilarang, itu sudah kewajiban para santri kepada Guru. Tetapi bukan teori ambil muka. Di hadapan Gurunya ia berjalan dengan sopan dan santun, seakan-akan dialah Kiyai yang sangat Wara’. Tetapi jika di belakang Gurunya, sopan santunnya hilang. Gerak dan gaya ‘arifnya lintang pukang. Seakan-akan ia adalah anak murid iblis serta setan-setannya. Waspada terhadap kerja Iblis La’ natullah.
Ingatlah riwayat “Barsisa” seorang ‘Abid (Hamba yang Ta’at Ibadah). Tetapi turun Panglima Iblis menyamar sebagai manusia. Kemudian menggoda si Barsisa. Dalam menggelincirkan Barsisa Panglima Setan membuat ulah. Kalau Barsisa bisa Tawajjuh dan I’tikaf selama Dua puluh hari dua puluh malam, maka si Panglima Setan ber’amal selama empat puluh hari empat puluh malam. Sehingga Barsisa tercenung mengenangnya. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa tidak makan tidak minum selama Empat puluh hari empat puluh malam ? Akhirnya barsisa menjadi murid Panglima Setan. Karena ingin Beribadah demikian baik.
Tetapi setelah berguru kepada orang yang ia sendiri tidak tahu dari mana datangnya. Akhirnya barsisa tergelincir dengan meminum arak. Lalu memperkosa anak gadis Raja lalu membunuhnya. Sehingga Raja menghukum Barsisa dengan menyalibnya di pohon kayu sehingga Barsisa mati dalam keadaan Musyrik. Karena mengakui Gurunya jadi Tuhan-nya. Renungkanlah …………………
0 comments:
Post a Comment